Desakan Keadilan dari Gedung Parlemen: Dua Bersaudara Jelaskan Aksi Jual Ginjal Demi Ibu di Hadapan DPR

Tangis Keadilan di Senayan: Kakak Adik Ungkap Alasan di Balik Aksi Nekat Jual Ginjal

Jakarta – Gelombang keputusasaan dan desakan keadilan bergema di Gedung DPR RI, Senin (24/3/2025), ketika dua bersaudara, Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah, hadir memenuhi undangan Komisi III. Kedatangan mereka bukan tanpa alasan. Di hadapan para wakil rakyat, keduanya membeberkan alasan di balik aksi nekat mereka yang sempat menghebohkan publik beberapa waktu lalu: berencana menjual ginjal demi membebaskan sang ibu dari jeratan hukum.

Kisahnya bermula ketika foto dan video Farrel dan Nayaka yang membawa poster berisi tawaran penjualan ginjal di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI) viral di media sosial. Aksi tersebut merupakan puncak dari kepedihan dan ketidakberdayaan mereka menghadapi proses hukum yang menjerat ibunda tercinta, Syafrida Yani.

"Semua ini terjadi secara spontan, Pak," ungkap Farrel di hadapan anggota Komisi III DPR RI, mencoba menjelaskan latar belakang aksi kontroversial tersebut. Spontanitas ini, menurut Farrel, lahir dari rasa frustrasi melihat ibunya ditahan atas tuduhan penggelapan, padahal mereka meyakini ibunya tidak bersalah.

Duduk Perkara: Antara Tuduhan Penggelapan dan Perlakuan Tidak Adil

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, menggali lebih dalam mengenai alasan Farrel melakukan aksi tersebut. Farrel menjelaskan bahwa aksi nekatnya itu adalah bentuk protes terhadap proses hukum yang dianggapnya tidak adil. Ia merasa bahwa hanya dia dan adiknya yang bisa membela sang ibu.

"Saya di situ juga minta keadilan, Pak. Ibu saya itu tidak terbukti bersalah, tapi malah ditahan, nah di situ yang agak aneh," tegas Farrel, menyiratkan kebingungannya terhadap penahanan ibunya.

Farrel juga menekankan bahwa ide menjual ginjal itu murni berasal dari dirinya dan adiknya, tanpa ada paksaan atau pengaruh dari pihak lain. "Sendirian pikiran itu waktu itu atau ada kawan lain?" tanya Hinca. "Enggak, saya sama adik saya berdua saja," jawab Farrel.

Kasus ini bermula ketika Syafrida Yani, yang sehari-harinya berjualan makanan rumahan, dituduh menggelapkan sejumlah uang tunai dan ponsel milik keluarga suaminya. Farrel menjelaskan bahwa ibunya diminta membantu mengurus rumah keluarga ayahnya karena sang ayah sering bepergian ke luar negeri.

"Awalnya ibu hanya membantu saudara ayah untuk mengurus rumahnya karena beliau bekerja di sebuah maskapai sehingga sering keluar negeri," jelas Farrel.

Namun, selama bekerja di rumah tersebut, ibunya sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan, bahkan beberapa kali mengalami perlakuan kasar. Karena tidak tahan, Syafrida memutuskan untuk berhenti membantu mengurus rumah tersebut. Keputusan ini rupanya membuat ipar Syafrida tidak terima dan melaporkannya ke Polsek Ciputat atas tuduhan penggelapan uang dan ponsel.

Menurut Farrel, ponsel dan uang yang dituduhkan tersebut sebenarnya adalah pemberian dari ipar Syafrida dan digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. "Saat diperiksa, ibu saya tak bisa membela diri karena tidak diberikan pendamping. Di sisi lain, pelapor ditemani pengacaranya," kata Farrel, mengungkapkan ketidakadilan yang dirasakan keluarganya.

Farrel juga mengklaim bahwa ibunya telah mengembalikan ponsel dan uang sebesar Rp 10 juta yang dituduhkan. "Namun, tetap saja ibu ditahan di Polres Tangerang Selatan sejak kemarin. Padahal, ibu belum tentu salah," tambahnya.

Reaksi DPR dan Harapan Akan Keadilan

Kehadiran Farrel dan Nayaka di DPR RI diharapkan dapat membuka mata para wakil rakyat terhadap kasus yang menimpa Syafrida Yani. Komisi III DPR RI berjanji akan menindaklanjuti kasus ini dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. Kasus ini menjadi sorotan tajam terhadap penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan masyarakat kecil dan rentan.

Kisah Farrel dan Nayaka adalah potret keputusasaan dan perjuangan anak-anak yang berupaya membela ibunya dari ketidakadilan. Aksi nekat mereka menjadi simbol dari harapan akan keadilan yang seringkali sulit didapatkan. Semoga saja, suara mereka didengar dan keadilan dapat ditegakkan.

Poin-poin penting kasus:

  • Aksi jual ginjal sebagai bentuk protes terhadap penahanan ibu.
  • Tuduhan penggelapan uang dan ponsel.
  • Ketidakadilan dalam proses pemeriksaan.
  • Harapan akan intervensi DPR RI untuk penegakan keadilan.