Eksploitasi Lingkungan di Bogor dan Sukabumi: Proyek Ekowisata dan Peternakan Terancam Sanksi Akibat Pelanggaran Serius
Kerusakan Lingkungan Akibat Proyek Ekowisata dan Peternakan di Bogor dan Sukabumi
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkap adanya kerusakan lingkungan signifikan di wilayah Cijeruk, Bogor, dan Sukabumi, Jawa Barat, yang disebabkan oleh aktivitas proyek ekowisata dan peternakan. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa verifikasi lapangan menunjukkan adanya pelanggaran serius yang memicu bencana banjir, tanah longsor, serta degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS).
"Pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan yang memadai bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga menjadi ancaman nyata bagi keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan," tegas Hanif dalam keterangan resminya.
Pelanggaran oleh Perusahaan
KLH mengidentifikasi dua perusahaan sebagai penyebab utama kerusakan, yaitu PT BSS dan PT AH. Pelanggaran yang dilakukan meliputi:
- PT BSS: Kerusakan lereng dan peningkatan debit air bercampur sedimen ke sungai akibat pengelolaan air larian yang buruk.
- PT AH: Pembangunan hotel kabin di area lereng curam tanpa izin lingkungan yang sah. Akses jalan yang dibangun terhubung langsung dengan jalan milik PT BSS. Pembukaan lahan seluas 1,35 hektar memicu longsor di dekat mata air Sungai Cibadak.
Kondisi ini tidak hanya melanggar ketentuan perizinan, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem hulu yang sangat penting untuk pengendalian banjir dan penyediaan air bersih di wilayah hilir.
Pelanggaran di Sukabumi
KLH juga menemukan pelanggaran di Sukabumi, khususnya pada sektor pertambangan dan peternakan skala besar:
- CV JPT: Meninggalkan lahan bekas tambang seluas 4,74 hektare tanpa reklamasi sejak berhenti beroperasi pada 2022, padahal dana jaminan reklamasi telah disetorkan sejak 2014. KLH akan meminta Kementerian ESDM untuk memerintahkan pelaksanaan reklamasi.
- CV DL: Menambang zeolit dan batu gamping tanpa dokumen dan persetujuan lingkungan. Perusahaan juga melanggar kaidah pertambangan dengan tidak memiliki kolam endap lumpur, menyebabkan erosi dan longsor, serta tidak memantau kualitas air dan udara.
- PT JC: Memiliki lahan peternakan ayam seluas 60 hektare dengan 32 kandang aktif. Meskipun memiliki beberapa izin, perusahaan ini belum memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan pengelolaan limbah B3 belum sesuai ketentuan.
Tindakan yang Akan Dilakukan
KLH akan mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan lingkungan, meliputi:
- Berkordinasi dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah untuk memastikan reklamasi lahan bekas tambang dan pemulihan lingkungan dilakukan secara menyeluruh.
- Memberikan sanksi administratif dan/atau pidana lingkungan hidup terhadap setiap pelanggaran yang terbukti membahayakan ekosistem dan masyarakat.
- Meningkatkan pengawasan lintas sektor dan berkolaborasi dengan masyarakat, akademisi, dan media dalam menjaga kawasan rawan bencana.
"Kita tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang mengabaikan alam. Jika aturan dilanggar dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka rakyat kecil di hilir yang akan menanggung akibatnya. Kita membutuhkan pembangunan yang bertanggung jawab dan menghargai alam," pungkas Hanif.