Polemik SKCK: Polri Bertahan di Tengah Desakan Penghapusan dari Kementerian HAM
Polri Tegaskan Urgensi SKCK di Tengah Usulan Penghapusan oleh Kemenkumham
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merespons usulan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Polri menegaskan bahwa SKCK tetap relevan dan dibutuhkan masyarakat, khususnya sebagai syarat melamar pekerjaan. Penegasan ini disampaikan di tengah perdebatan mengenai potensi SKCK dalam menghambat hak-hak mantan narapidana untuk kembali ke masyarakat.
Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, menjelaskan bahwa penerbitan SKCK merupakan bagian dari fungsi operasional kepolisian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ia menekankan bahwa hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan, termasuk penerbitan SKCK, dijamin oleh konstitusi.
"Secara konstitusi, semua hak-hak masyarakat itu diatur. Kemudian juga dalam hal menerima pelayanan khususnya SKCK juga diatur," ujar Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko.
Polri juga berkomitmen untuk terus memperbaiki proses pembuatan SKCK agar tidak memberatkan masyarakat. Brigjen Pol. Trunoyudo mengakui adanya potensi hambatan dalam proses penerbitan SKCK dan menyatakan kesediaan Polri untuk menerima masukan konstruktif demi meningkatkan kualitas pelayanan.
"Ketika ini dirasakan menghambat, tentu kita hanya memberikan suatu catatan-catatan. Karena SKCK adalah surat keterangan, catatan dalam kejahatan atau kriminalitas," kata Brigjen Pol. Trunoyudo.
Dasar hukum penerbitan SKCK adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya Pasal 15 Ayat 1 dan huruf K, serta Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023. Polri berjanji akan mempertimbangkan setiap masukan positif untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait SKCK.
Kemenkumham Ajukan Penghapusan SKCK dengan Alasan HAM
Sebelumnya, Kemenkumham secara resmi mengirimkan surat usulan kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk mencabut SKCK. Usulan ini didasarkan pada kajian mendalam yang dilakukan Kemenkumham, baik secara akademis maupun praktis.
Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kemenkumham, Nicholay Aprilindo, menjelaskan bahwa usulan penghapusan SKCK muncul setelah Kemenkumham melakukan pengecekan ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) di berbagai daerah. Hasilnya menunjukkan bahwa mantan narapidana mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan setelah bebas, salah satunya disebabkan oleh persyaratan SKCK. Kesulitan ini berpotensi mendorong mereka untuk kembali melakukan tindak pidana.
"Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis," ujar Nicholay Aprilindo.
Kemenkumham berpendapat bahwa SKCK dapat menjadi penghalang bagi mantan narapidana untuk berintegrasi kembali ke masyarakat dan mendapatkan kesempatan kerja yang layak. Penghapusan SKCK diharapkan dapat membuka peluang lebih besar bagi mereka untuk memulai hidup baru dan berkontribusi positif kepada masyarakat.
Perbedaan Perspektif dan Potensi Solusi
Perbedaan pandangan antara Polri dan Kemenkumham mengenai SKCK mencerminkan kompleksitas permasalahan reintegrasi sosial mantan narapidana. Di satu sisi, Polri menekankan pentingnya SKCK sebagai bagian dari pelayanan publik dan upaya menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat. Di sisi lain, Kemenkumham menyoroti potensi SKCK sebagai penghalang bagi pemenuhan hak asasi manusia, khususnya hak untuk mendapatkan pekerjaan.
Dialog dan koordinasi yang intensif antara kedua lembaga diharapkan dapat menghasilkan solusi yang komprehensif dan berkeadilan. Beberapa opsi yang mungkin dipertimbangkan antara lain:
- Penyederhanaan Proses SKCK: Mempermudah dan mempercepat proses penerbitan SKCK agar tidak memberatkan masyarakat.
- Pengecualian untuk Jenis Pekerjaan Tertentu: Menghapus persyaratan SKCK untuk jenis pekerjaan tertentu yang tidak relevan dengan catatan kriminal seseorang.
- Program Rehabilitasi dan Pendampingan: Meningkatkan program rehabilitasi dan pendampingan bagi mantan narapidana untuk membantu mereka mendapatkan keterampilan dan kepercayaan diri dalam mencari pekerjaan.
- Transparansi Informasi: Memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada masyarakat mengenai catatan kriminal seseorang, tanpa diskriminasi yang berlebihan.
Solusi yang diambil harus mempertimbangkan keseimbangan antara hak-hak individu, kepentingan masyarakat, dan efektivitas penegakan hukum. Diharapkan, polemik SKCK ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih humanis dan inklusif.
Penting untuk dicatat: Artikel ini dibuat berdasarkan informasi yang ada dalam berita yang diberikan dan ditujukan untuk tujuan informasi. Situasi dan perkembangan terkait SKCK dapat berubah seiring waktu.