Mantan Ketua PN Surabaya Segera Disidang Atas Dugaan Suap Kasus Ronald Tannur

Mantan Ketua PN Surabaya Segera Disidang Atas Dugaan Suap Kasus Ronald Tannur

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Rudi kini resmi berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap yang terkait dengan vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Pelimpahan tersangka dan barang bukti tahap dua ini menandai langkah maju signifikan dalam proses hukum yang telah berjalan. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pada Rabu, 5 Maret 2025.

"Ya, berkas perkara telah dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat," ujar Harli kepada awak media. Proses pelimpahan tersebut dilakukan pada Senin, 3 Maret 2025. Jaksa penuntut umum di Kejari Jakarta Pusat kini tengah mempersiapkan surat dakwaan untuk segera melangkah ke tahap persidangan. Kecepatan penyelesaian surat dakwaan menjadi kunci untuk memastikan proses peradilan berjalan efisien dan transparan.

Kasus ini bermula dari dugaan keterlibatan Rudi Suparmono dalam pengaturan susunan majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tannur pada Maret 2024, saat Rudi masih menjabat sebagai Ketua PN Surabaya. Menurut keterangan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, Rudi diduga menjadi perantara antara pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dan majelis hakim.

Lisa Rachmat, yang sebelumnya telah menjalin komunikasi dengan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, meminta bantuan Rudi untuk memilih hakim yang dianggap menguntungkan kliennya. Pertemuan antara Lisa Rachmat dan Rudi Suparmono kemudian terjadi, dan diduga menghasilkan kesepakatan terkait komposisi majelis hakim, yang di dalamnya termasuk Erintuah Damanik sebagai ketua majelis hakim. Pertemuan lanjutan membahas penetapan ketua majelis hakim juga diduga terjadi antara Rudi dan Erintuah Damanik.

Berdasarkan hasil penyidikan, Kejagung menduga Rudi Suparmono menerima suap sebesar SGD 63.000 atau setara dengan Rp 770 juta. Dugaan ini diperkuat dengan penggeledahan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah Rudi, yang menemukan uang tunai mencapai Rp 21 miliar. Menurut keterangan Abdul Qohar, "Diduga Rudi Suparmono mendapatkan bagian SGD 20.000 melalui Erintuah Damanik dan SGD 43.000 secara langsung dari Lisa Rachmat."

Proses hukum terhadap Rudi Suparmono dan pihak-pihak yang terlibat kini memasuki babak baru. Dengan pelimpahan berkas perkara ke Kejari Jakarta Pusat, masyarakat berharap proses persidangan akan berjalan adil, transparan, dan dapat mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat dalam kasus dugaan suap ini. Keterbukaan informasi publik dan pengawasan ketat dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk menjamin terselenggaranya penegakan hukum yang berkeadilan.

Proses hukum ini juga diharapkan memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang berupaya melakukan tindakan koruptif dalam sistem peradilan. Kepercayaan publik terhadap integritas sistem peradilan sangat penting, dan kasus ini menjadi pengingat akan perlunya reformasi berkelanjutan untuk menjaga integritas tersebut. Kejaksaan Agung memiliki tanggung jawab besar untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.