Skandal Korupsi Timah: Adik Hendry Lie Didakwa Terkait Kerugian Negara Rp 300 Triliun, Nama Harvey Moeis Terseret
Sidang Perdana Kasus Korupsi Timah: Fandy Lingga Didakwa Rugikan Negara Ratusan Triliun Rupiah
Jakarta - Fandy Lingga, mantan marketing PT Tinindo Internusa, resmi menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi komoditas timah yang menggemparkan Indonesia. Dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025), jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Fandy Lingga telah melakukan korupsi secara bersama-sama yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 300.003.263.938.131,14.
"Terdakwa Fandy Lingga telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun lebih," tegas JPU saat membacakan surat dakwaan.
Dakwaan tersebut mengungkap keterlibatan sejumlah pihak dalam praktik korupsi yang melibatkan pengelolaan timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Selain Fandy Lingga, nama-nama seperti Harvey Moeis (perwakilan PT Refined Bangka Tin/RBT), Helena Lim (beneficial owner money changer PT Quantum Skyline Exchange/QSE), serta jajaran direksi PT Timah dan pejabat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung turut terseret dalam kasus ini.
Peran Fandy Lingga dalam Pusaran Korupsi Timah
Menurut surat dakwaan, Fandy Lingga memiliki peran sentral dalam memuluskan praktik korupsi ini. Ia disebut mewakili PT Tinindo Internusa dalam pertemuan-pertemuan penting dengan direksi PT Timah, termasuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (Direktur Utama) dan Alwin Albar (Direktur Operasi). Pertemuan tersebut membahas permintaan pasokan bijih timah sebesar 5% dari PT Tinindo kepada PT Timah.
Selain itu, Fandy Lingga juga terlibat dalam pembahasan perjanjian kerja sama sewa peralatan processing penglogaman antara PT Tinindo dan sejumlah smelter swasta. Ironisnya, smelter-smelter tersebut diduga tidak memiliki competent person (CP), yang seharusnya menjadi syarat mutlak dalam kegiatan pengolahan timah.
Pembentukan Perusahaan Cangkang dan Aliran Dana Ilegal
Salah satu poin krusial dalam dakwaan adalah persetujuan Fandy Lingga atas pembentukan perusahaan cangkang atau boneka. Perusahaan-perusahaan ini sengaja didirikan untuk menerima Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT Timah, yang kemudian digunakan sebagai wadah pembayaran bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Dua perusahaan yang disebut dalam dakwaan adalah CV Bukit Persada Raya dan CV Sekawan Makmur Sejati.
"Terdakwa Fandy Lingga dan Rosalina mengetahui dan menyetujui pembentukan perusahaan boneka ini sebagai mitra jasa borongan yang akan diberikan SPK oleh PT Timah. Tujuannya adalah untuk membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal dan kemudian menjualnya kembali ke PT Timah," ungkap JPU.
Lebih lanjut, Fandy Lingga juga diduga menerima pembayaran dari PT Timah atas pengumpulan bijih timah ilegal tersebut. Pembayaran ini dilakukan melalui skema kerja sama sewa processing pelogaman yang diduga terjadi kemahalan harga.
Keterlibatan Harvey Moeis dan 'Biaya Pengamanan' Ilegal
Nama Harvey Moeis juga mencuat dalam dakwaan. Fandy Lingga disebut menyetujui tindakan Harvey Moeis bersama smelter swasta lainnya (CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa) untuk melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait sewa menyewa smelter. Ironisnya, harga sewa smelter disepakati tanpa didahului studi kelayakan yang memadai.
Tak hanya itu, Fandy Lingga juga dituduh menyetujui pembayaran 'biaya pengamanan' kepada Harvey Moeis sebesar USD500 hingga USD750 per ton. Biaya ini kemudian dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) dari smelter swasta. Selain itu, Fandy Lingga juga menyetujui pembayaran 'biaya pengamanan' yang disalurkan melalui Helena Lim selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange (QSE), dengan nilai USD25.000 per bulan sejak pelaksanaan kerja sama sewa processing pelogaman.
Jaksa mendakwa, Fandy Lingga berperan dalam menerbitkan SPK fiktif dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah ilegal oleh smelter swasta. Harga sewa peralatan processing penglogaman yang disepakati adalah USD4000/ton untuk PT RBT dan USD3700/ton untuk empat smelter lainnya.
Pasal yang Dilanggar dan Ancaman Hukuman
Atas perbuatannya tersebut, Fandy Lingga didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dengan ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sidang kasus korupsi timah ini akan terus berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dan pengungkapan fakta-fakta lainnya. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah nama besar dan nilai kerugian negara yang fantastis.