Jejak Sejarah KH Hasyim Asy'ari: Sel Penjara di Mojokerto Saksi Bisu Keteguhan Akidah
Sel Penjara Mojokerto: Menyimpan Kisah Heroik KH Hasyim Asy'ari
Lapas Kelas IIB Mojokerto menyimpan jejak sejarah yang tak ternilai harganya. Di balik temboknya, terdapat sebuah sel yang pernah menjadi saksi bisu keteguhan iman dan keberanian seorang tokoh besar, Hadratussyeikh KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sel ini, kamar nomor 2 di blok tahanan, menjadi pengingat akan pengorbanan Mbah Hasyim dalam mempertahankan akidah Islam di tengah tekanan penjajah Jepang.
Penjara dan Penyiksaan Demi Akidah
KH Hasyim Asy'ari, seorang Pahlawan Nasional dan pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, rela mendekam di penjara dan menerima siksaan dari tentara kolonial Jepang. Alasannya sederhana, namun fundamental: menolak seikerei, ritual membungkuk ke arah matahari terbit sebagai bentuk penyembahan kepada Dewa Matahari atau Amaterasu, serta penghormatan kepada Kaisar Hirohito. Bagi Mbah Hasyim, ritual ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang diyakininya.
Penolakan inilah yang kemudian berujung pada penangkapannya. Awalnya, Mbah Hasyim ditahan di Lapas Jombang pada minggu kedua Maret 1942. Namun, gelombang protes dari para santri membuat pemerintah kolonial memindahkannya ke Pendjara Poerwotengah, yang kini menjadi Lapas Kelas IIB Mojokerto, pada 11 April 1942.
Di sel nomor 2 inilah, Mbah Hasyim mengalami penyiksaan yang kejam. Konon, jari-jarinya dihantam palu oleh serdadu Jepang. Namun, siksaan fisik tersebut tidak mampu menggoyahkan keyakinannya. Selama di penjara, ia justru semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berulang kali khatam Al-Qur'an dan Hadist Imam Bukhari.
Sel Nomor 2: Antara Sejarah dan Penghormatan
Kini, sel nomor 2 di Lapas Kelas IIB Mojokerto dilestarikan sebagai bagian dari sejarah. Kepala Lapas Mojokerto, Rudi Kristiawan, menjelaskan bahwa pihaknya sengaja menjaga sel ini sebagai tempat yang bersejarah. Bentuk sel ini pun dipertahankan, meski ada beberapa penyesuaian.
Dari luar, sel nomor 2 tampak berbeda dengan sel lainnya. Lambang NU terpampang di sisi kanan dan kiri atas pintu sel. Tulisan 'Kapasitas 5 Orang' terukir di atas pintu, meski kenyataannya kamar ini dihuni oleh 13 orang tahanan.
Memasuki sel ini, nuansa bangunan peninggalan Belanda sangat terasa. Dindingnya tebal, jendelanya besar. Kamar berukuran 5x4 meter dengan tinggi 5,5 meter ini dilengkapi dengan 2 ventilasi udara dan teralis besi yang masih kokoh.
Beberapa bagian sel memang telah mengalami perubahan, seperti lantai keramik putih, toilet di sebelah kiri pintu, warna dinding, serta perkakas di dalamnya. Namun, secara keseluruhan, bangunan sel ini tetap sama sejak dibangun pada zaman penjajahan.
Kehadiran KH Hasyim Asy'ari seolah masih terasa di dalam sel ini. Foto-foto kakek KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dipajang rapi di tembok. Beberapa kitab suci Al-Qur'an juga tertata rapi di rak. Bahkan, warna dinding dipertahankan hijau, warna yang identik dengan Nahdlatul Ulama.
Pembebasan Berkat Diplomasi dan Perjuangan
Setelah mendekam selama 4 bulan di Pendjara Poerwotengah, Mbah Hasyim dipindahkan ke Penjara Kloben atau Bubutan di Surabaya pada 18 Agustus 1942. Sekitar 3 bulan kemudian, ia dibebaskan berkat diplomasi para kiai besar, serta perjuangan para santri dan pahlawan zaman itu. Salah satu tokoh yang berperan penting dalam pembebasan Mbah Hasyim adalah KH Abdul Wahab Chasbullah, pendiri NU dan Ponpes Tambakberas, Jombang.
Kesaksian Santri: Selimut untuk Sang Guru
Pemerhati sejarah Mojokerto, Ayuhanafiq, menuturkan bahwa Mbah Hasyim tiba di Pendjara Poerwotengah pada 11 April 1942 menjelang magrib. Salah seorang santri Mbah Hasyim, Mansyur Solikhi, menyaksikan langsung pemindahan ulama besar ini. Kala itu, Mansyur juga ditahan tentara Jepang di sel nomor 1, yang bersebelahan dengan sel Mbah Hasyim. Ia ditahan sejak Maret 1942 karena terlibat rayahan, yaitu menjarah harta milik orang Belanda pada masa transisi penjajahan.
Selama di Pendjara Poerwotengah, Mansyur akrab dengan Abdoel Djalil, seorang sipir yang merupakan kenalan ayahnya. Kedekatan ini memudahkannya untuk mendapatkan kiriman makanan dari orang tuanya. Ia bahkan mendapatkan selimut untuk mengurangi dinginnya lantai penjara. Dengan tulus, ia merelakan selimutnya untuk sang guru.
Kisah KH Hasyim Asy'ari di penjara Mojokerto adalah kisah tentang keteguhan iman, keberanian, dan pengorbanan. Sel nomor 2 di Lapas Kelas IIB Mojokerto menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan dan pengingat akan pentingnya mempertahankan akidah Islam. Semoga kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.
Daftar Poin Penting:
- KH Hasyim Asy'ari dipenjara karena menolak seikerei.
- Dipindahkan dari Lapas Jombang ke Pendjara Poerwotengah (Lapas Kelas IIB Mojokerto).
- Mengalami penyiksaan fisik namun tetap teguh pada keyakinannya.
- Sel nomor 2 dilestarikan sebagai bagian dari sejarah.
- Dibebaskan berkat diplomasi dan perjuangan para kiai dan santri.
- Santri Mansyur Solikhi memberikan selimutnya kepada Mbah Hasyim.