Danantara Diterpa Badai Kontroversi: Rangkapan Jabatan Mengkhawatirkan, Kehadiran Thaksin Shinawatra Picu Keraguan
Polemik Pengurus Danantara: Dari Rangkapan Jabatan Hingga Sorotan Terhadap Thaksin Shinawatra
Pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025, seharusnya menjadi momentum positif bagi investasi di Indonesia. Namun, pengumuman susunan pengurus Danantara oleh CEO Roesan Perkasa Roeslani pada 24 Maret 2025, di Menara CIMB Niaga Jakarta, justru menuai kontroversi dan kekhawatiran.
Ketidakjelasan dan Reaksi Pasar
Salah satu sorotan utama adalah kelalaian Roesan Roeslani dalam menyebutkan nama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai anggota Dewan Pengawas. Meskipun kemudian diklarifikasi, insiden ini memicu pertanyaan publik dan reaksi negatif dari pasar saham. IHSG tercatat melemah 1,55 persen ke level 6.161,22 pada hari pengumuman, bahkan lebih rendah dari level saat trading halt sebelumnya. Kepercayaan investor terhadap Sri Mulyani sebagai figur penting dalam menjaga stabilitas ekonomi menjadi alasan utama kekhawatiran ini.
Rangkapan Jabatan: Potensi Konflik Kepentingan
Kontroversi lain yang mencuat adalah praktik rangkap jabatan yang meluas di berbagai tingkatan pengurus Danantara. Mulai dari menteri, pejabat eselon I, hingga pejabat BUMN, banyak yang merangkap jabatan di Danantara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi benturan kepentingan yang dapat menghambat kinerja Danantara dan membuka celah penyalahgunaan wewenang serta korupsi.
Berikut adalah daftar beberapa pejabat yang diketahui merangkap jabatan:
- Robertus Bilitea: Managing Director Legal Danantara dan Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN.
- Arief Budiman: Managing Director Finance Danantara dan Deputy CEO Indonesia Investment Authority (INA).
- Rohan Hafas: Managing Director Stakeholder Management Danantara dan Director of Institutional Relations Bank Mandiri.
- Reza Yamora Siregar: Managing Director/Chief Economist Danantara dan Staf Khusus di Kementerian Koordinator Perekonomian.
- Agus Dwi Handaya: Managing Director Holding Operasional Danantara dan Compliance, Legal, and Human Capital Director Bank Mandiri.
- Bono Daru Adji: Managing Director Legal Danantara dan Komisaris PT Telkom.
- Stefanus Ade Hadiwidjaja: Managing Director Investment Danantara dan Chief Investment Officer di Indonesia Investment Authority (INA).
Rangkap jabatan ini melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Idealnya, posisi strategis di Danantara harus diisi oleh profesional yang berdedikasi penuh dan bebas dari potensi konflik kepentingan.
Penunjukan Thaksin Shinawatra: Beban Masa Lalu dan Dampak Negatif
Puncak kontroversi adalah penunjukan mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, sebagai anggota Dewan Penasihat Danantara. Keputusan ini dinilai sebagai blunder karena Thaksin memiliki rekam jejak yang kontroversial, termasuk kasus korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan pelanggaran HAM. Walaupun telah mendapatkan grasi dari Raja Thailand, citra Thaksin sebagai mantan narapidana korupsi tetap melekat.
Kehadiran Thaksin di Danantara dikhawatirkan akan menggerus kepercayaan publik dan investor, serta merusak citra Indonesia di mata internasional. Hal ini juga bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas korupsi.
Independensi Auditor dan Penegak Hukum Dipertanyakan
Keterlibatan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam jajaran pengurus Danantara juga menimbulkan pertanyaan tentang independensi audit. Publik meragukan objektivitas BPK dalam mengaudit laporan keuangan dan kinerja Danantara jika auditor eksternal pemerintah tersebut memiliki kepentingan di dalamnya. Situasi serupa juga berlaku bagi Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK, yang seharusnya bertindak sebagai penegak hukum yang independen dan tidak memihak.
Idealnya, auditor eksternal dan aparat penegak hukum harus berada di luar struktur organisasi Danantara untuk menjamin independensi dan objektivitas dalam menjalankan tugasnya. Sementara itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pengawas internal, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, dapat ditempatkan sebagai bagian dari pengurus untuk melakukan pengawasan secara melekat.
Perlunya Evaluasi dan Pembenahan
Kontroversi seputar pengurus Danantara menunjukkan adanya kelemahan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah-langkah pembenahan untuk memulihkan kepercayaan publik dan investor. Prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik, transparansi, akuntabilitas, dan independensi harus menjadi landasan utama dalam pengelolaan Danantara.
Konsep separation of power, check and balances, dan segregation of duties perlu dikaji ulang agar pengelolaan investasi negara oleh Danantara dapat berjalan secara efektif, efisien, dan bebas dari korupsi.