NICL Bukukan Lonjakan Penjualan dan Laba di Tengah Tantangan Industri Nikel 2024
NICL Catat Kinerja Gemilang di Tengah Penurunan Harga Nikel
Emiten pertambangan, PT PAM Metalindo Tbk (NICL), yang dikendalikan oleh Christopher Sumasto Tjia, berhasil mencatatkan kinerja yang impresif sepanjang tahun 2024. Di tengah tantangan penurunan harga nikel, perusahaan ini mampu membukukan penjualan sebesar Rp 1,44 triliun, meningkat signifikan sebesar 26,37% dibandingkan dengan penjualan tahun 2023 yang sebesar Rp 1,14 triliun.
Direktur Utama NICL, Ruddy Tjanaka, mengungkapkan bahwa peningkatan volume penjualan nikel menjadi kunci keberhasilan perusahaan. Volume penjualan nikel naik dari 1.848.007,82 metrik ton (mt) pada tahun sebelumnya menjadi 2.300.914,78 mt pada tahun 2024. Selain itu, efisiensi biaya produksi juga menjadi faktor penting yang mendorong pertumbuhan laba perusahaan.
Peningkatan Laba Kotor dan Laba Usaha yang Signifikan
Efisiensi biaya produksi yang dilakukan perusahaan berbuah manis. Laba kotor NICL melonjak tajam sebesar 278,50% year-on-year (yoy), dari Rp 136,66 miliar menjadi Rp 517,26 miliar pada tahun 2024. Hal ini juga berdampak pada peningkatan marjin laba kotor yang signifikan, dari 11,97% menjadi 35,86%.
"Kendati kondisi industri nasional yang kurang menguntungkan dimana harga acuan nikel domestik sejak semester kedua tahun 2024 mengalami penurunan sebesar 9,19%, Perseroan tetap optimis dan mampu mengatasi tantangan tersebut," ujar Ruddy.
Laba usaha perusahaan juga mengalami peningkatan yang luar biasa, naik sebesar 816,88% dari Rp 45,16 miliar pada tahun 2023 menjadi Rp 414,10 miliar pada tahun 2024. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan volume penjualan dan efisiensi pada beban umum dan administrasi.
Laba Bersih Melonjak Lebih dari 1000 Persen
Kombinasi efisiensi biaya dan peningkatan volume penjualan berdampak positif pada laba tahun berjalan perusahaan. Laba bersih NICL melambung sebesar 1074,71% dari Rp 27,13 miliar pada tahun 2023 menjadi Rp 318,75 miliar pada tahun 2024.
Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Nikel
NICL memiliki dua Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya nikel, perusahaan melakukan diversifikasi produk berdasarkan kadar nikel, yaitu bijih kadar rendah, menengah, dan tinggi. Pemanfaatan bijih kadar rendah dilakukan dengan optimalisasi cut off grade, sehingga bijih yang sebelumnya dianggap limbah dapat diolah dan dipasarkan.
Saat ini, sumber daya IUP Perseroan adalah sebesar 12,771 Juta ton dengan kadar Ni sebesar 1,20%. Sedangkan sumber daya daerah IUP Entitas Anak, IBM adalah sebesar 74,497 Juta ton dengan kadar Ni sebesar 1,10%.
Neraca Keuangan yang Sehat
Dari sisi neraca, total aset NICL pada tahun 2024 tercatat sebesar Rp 1,05 triliun, tumbuh sekitar 22,56% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Rasio utang terhadap ekuitas perusahaan hanya sebesar 19,58%, menunjukkan kondisi neraca keuangan yang sangat sehat. Perusahaan juga tidak memiliki utang bank.
Total ekuitas perusahaan meningkat dari Rp 745,47 miliar menjadi Rp 878,18 miliar pada tahun 2024, didorong oleh peningkatan saldo laba yang signifikan.
Prospek Optimis di Tahun 2024-2026
Dengan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) periode 2024-2026 dengan total volume penjualan yang telah disetujui sebesar 7.000.000 WMT, Perseroan berhasil menggenjot produksi dan meningkatkan volume penjualan sesuai dengan kapasitas RKAB. Selain itu juga Perseroan berhasil melakukan efisiensi biaya produksi.
"Kami cukup optimis atas pencapaian Perseroan di tahun 2024, karena berhasil meningkatkan kinerja operasional dan kinerja keuangan tanpa adanya beban utang Bank," pungkas Ruddy.
Rincian Kinerja Keuangan NICL (2024 vs 2023):
- Penjualan: Rp 1,44 triliun (naik 26,37%)
- Volume Penjualan Nikel: 2.300.914,78 mt (naik dari 1.848.007,82 mt)
- Laba Kotor: Rp 517,26 miliar (naik 278,50%)
- Marjin Laba Kotor: 35,86% (naik dari 11,97%)
- Laba Usaha: Rp 414,10 miliar (naik 816,88%)
- Laba Bersih: Rp 318,75 miliar (naik 1074,71%)
- Total Aset: Rp 1,05 triliun (naik 22,56%)
- Rasio Utang terhadap Ekuitas: 19,58%