Jembatan Gantung Penghubung Desa di Lebak Memprihatinkan, Ratusan Keluarga Terancam Isolasi

Jembatan Gantung Citorek Kidul: Akses Terancam, Warga Resah

Kondisi jembatan gantung di Desa Citorek Kidul, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, semakin memprihatinkan. Jembatan yang menjadi urat nadi penghubung antar kampung ini mengalami kerusakan parah, mengancam aktivitas sehari-hari dan mobilitas warga, terutama anak-anak sekolah.

Amang, seorang warga setempat, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi jembatan yang kian hari kian rapuh. "Tiang besi dan sling penyangga sudah berkarat dimakan usia. Lantai jembatan pun berlubang di sana-sini, sangat membahayakan keselamatan warga yang melintas," ujarnya, Rabu (26/3/2025).

Menurut penuturan Amang, jembatan sepanjang 37 meter dan lebar 2 meter ini membentang di atas Sungai Cimadur, menghubungkan Kampung Bojongmanggu dan Kampung Ciusul. Jembatan ini menjadi satu-satunya akses utama bagi sekitar 200 kepala keluarga (KK) di Kampung Bojongmanggu untuk beraktivitas, termasuk akses pendidikan bagi anak-anak.

"Jika jembatan ini sampai tidak bisa digunakan, 200 KK di Bojongmanggu akan terisolir. Anak-anak sekolah, warga yang berbelanja kebutuhan pokok, semua bergantung pada jembatan ini," imbuhnya.

Upaya Pemerintah Desa Terbentur Keterbatasan Anggaran

Kepala Desa Citorek Kidul, Sumarta, membenarkan kondisi jembatan yang sudah tidak layak pakai. Ia menjelaskan bahwa kerusakan ini sudah terjadi sejak lama, bahkan sebelum dirinya menjabat sebagai kepala desa.

"Jembatan ini dibangun sekitar tahun 2010 melalui program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Sejak saat itu, belum pernah ada perbaikan yang signifikan. Kondisinya memang sudah memprihatinkan sejak sebelum saya menjabat," ungkap Sumarta.

Pihak pemerintah desa, kata Sumarta, telah berupaya mengajukan permohonan bantuan perbaikan jembatan kepada Pemerintah Kabupaten Lebak dan Pemerintah Provinsi Banten. Namun, hingga saat ini, belum ada respons yang menggembirakan.

"Kami terkendala anggaran untuk melakukan perbaikan secara mandiri. Anggaran desa sangat terbatas," jelasnya.

Meski demikian, pemerintah desa telah berupaya melakukan penambalan lantai jembatan secara swadaya agar tetap bisa dilintasi pejalan kaki. Namun, upaya ini hanya bersifat sementara dan tidak mampu mengatasi kerusakan yang lebih parah.

"Kami menambal seadanya agar pejalan kaki masih bisa melintas. Tapi untuk kendaraan bermotor, kami tidak berani karena sangat berisiko," tutur Sumarta.

Dilema Penutupan Jembatan dan Dampaknya pada Pendidikan

Pemerintah desa sempat beberapa kali menutup jembatan untuk sementara waktu demi mencegah terjadinya kecelakaan. Namun, langkah ini menimbulkan dampak negatif, terutama bagi anak-anak sekolah.

"Kami pernah menutup jembatan beberapa kali, tapi karena sangat dibutuhkan, akhirnya dibuka kembali. Sekolah Dasar (SD) hanya ada satu di Kampung Ciusul. Jika harus memutar melalui jalur lain, jaraknya bisa lebih dari 3 kilometer. Kasihan anak-anak sekolah," pungkas Sumarta.

Kondisi jembatan gantung di Citorek Kidul ini menjadi potret infrastruktur yang membutuhkan perhatian serius. Diperlukan tindakan cepat dan konkret dari pemerintah daerah maupun pusat untuk mengatasi masalah ini agar warga tidak terus hidup dalam kecemasan dan terancam isolasi.