Lesunya Pasar Beringharjo Jelang Lebaran 2025: Pedagang Keluhkan Penurunan Omzet Signifikan
Menjelang Hari Raya Idul Fitri 2025, denyut ekonomi di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, terasa lebih lambat dari biasanya. Para pedagang pakaian mengeluhkan penurunan omzet yang signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, menimbulkan kekhawatiran di tengah persiapan menyambut Lebaran.
Pantauan di lokasi menunjukkan suasana yang kontras dengan keramaian khas menjelang Lebaran. Lalu lintas menuju pasar dan kepadatan di dalam pasar tampak seperti hari-hari biasa. Kondisi ini sangat dirasakan oleh para pedagang yang mengandalkan momen Lebaran untuk meningkatkan penjualan.
Agung Riadi, seorang pedagang pakaian yang telah lama berjualan di Pasar Beringharjo, mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya, kondisi pasar tahun ini bahkan lebih sepi dibandingkan masa-masa sulit pasca pandemi Covid-19. "Tahun 2022, 2023, dan 2024 itu masih bagus. Tapi tahun ini, bahkan 15 hari menjelang Lebaran saja masih sepi," ujarnya.
Dampak Penurunan Pengunjung Terhadap Omzet
Penurunan jumlah pengunjung berdampak langsung pada pendapatan para pedagang. Agung memperkirakan omzetnya turun hingga 50 persen dibandingkan Lebaran tahun lalu. Jika sebelumnya ia bisa meraih omzet sekitar Rp 2 juta per hari, kini hanya mampu mengumpulkan sekitar Rp 1 juta.
"Penurunan ini terasa di semua sektor, baik konveksi maupun yang lainnya. Biasanya, saat Lebaran, omzet saya bisa mencapai Rp 2 juta, bahkan ada pedagang lain yang bisa lebih," jelas Agung.
Nining, pedagang lain di Pasar Beringharjo, juga merasakan dampak serupa. Ia bahkan menyebutkan bahwa penurunan omzetnya bisa mencapai lebih dari 50 persen. "Biasanya, menjelang Lebaran itu kondisinya sangat padat, bahkan berdesakan. Sekarang, malah bisa lari-lari di dalam pasar," katanya menggambarkan sepinya suasana.
Faktor-faktor Penyebab Penurunan
Beberapa faktor diduga menjadi penyebab lesunya penjualan di Pasar Beringharjo tahun ini. Agung Riadi menyoroti meningkatnya persaingan dengan toko daring (online) sebagai salah satu penyebab utama. Kemudahan berbelanja online dengan berbagai pilihan dan harga yang kompetitif menarik perhatian konsumen.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi akibat masa transisi pemerintahan juga turut memengaruhi daya beli masyarakat. "Kondisi ekonomi ke depan belum jelas, sehingga masyarakat mungkin lebih memilih untuk menabung daripada membelanjakan uangnya seperti tahun-tahun sebelumnya," ujar Agung.
Nining menambahkan bahwa biasanya sejak awal bulan Ramadan, pasar sudah ramai dikunjungi pembeli. Namun, kali ini suasana masih sepi seperti hari-hari biasa. "Dulu, bahkan saat puasa saja sudah sangat ramai sampai kami kewalahan melayani pembeli," kenangnya.
Harapan Pedagang
Para pedagang di Pasar Beringharjo berharap agar kondisi pasar segera membaik menjelang puncak perayaan Lebaran. Mereka berharap pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan solusi dan dukungan untuk membantu meningkatkan kembali daya beli masyarakat dan menghidupkan kembali perekonomian di pasar tradisional.
Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian para pedagang:
- Persaingan dengan toko daring: Perlunya strategi untuk bersaing dengan kemudahan dan harga yang ditawarkan toko online.
- Ketidakpastian ekonomi: Stabilitas ekonomi dan kepastian kebijakan pemerintah menjadi kunci untuk memulihkan daya beli masyarakat.
- Promosi dan revitalisasi pasar: Upaya promosi dan revitalisasi pasar tradisional perlu ditingkatkan untuk menarik kembali minat konsumen.
Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, diharapkan Pasar Beringharjo dapat kembali menjadi pusat perbelanjaan yang ramai dan menjadi bagian penting dari tradisi Lebaran di Yogyakarta.