Jerat TPPO di Sumbawa: Wanita Ditangkap karena Kirim Pekerja Migran ke Maroko Secara Ilegal
Sindikat Perdagangan Orang Terungkap di Sumbawa: Seorang Wanita Jadi Tersangka Pengiriman Ilegal Pekerja Migran ke Maroko
SUMBAWA - Aparat kepolisian Resor Sumbawa berhasil membongkar jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang mengirimkan pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke Maroko. Seorang wanita berinisial IR (44), warga Kecamatan Plampang, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Kasus ini bermula dari laporan seorang korban berinisial HE (49), yang dijanjikan pekerjaan dengan gaji menggiurkan sebesar Rp 7 juta per bulan di Maroko oleh tersangka IR. Modusnya, IR menawarkan "fee" sebesar Rp 2 juta kepada HE agar tertarik untuk bekerja di luar negeri.
"Korban HE tergiur dengan tawaran tersebut dan bersedia diberangkatkan ke Maroko pada Maret 2024. Namun, sesampainya di Maroko, korban tidak menerima gaji seperti yang dijanjikan. Merasa tertipu, HE kemudian menghubungi keluarganya di Indonesia dan menceritakan kejadian yang dialaminya," ujar Kasat Reskrim Polres Sumbawa, AKP Dilia Pria Firmawan, melalui keterangan resmi.
Keluarga korban yang tidak terima kemudian melaporkan IR ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Sumbawa. Berdasarkan laporan tersebut, polisi kemudian melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap IR.
Kronologi Kasus
AKP Dilia menjelaskan, kasus ini terungkap bermula ketika HE mencari informasi lowongan kerja sebagai PMI. Ia kemudian mendapat rekomendasi dari seorang teman untuk menghubungi IR yang dikenal sebagai "calo" pengiriman pekerja migran ke luar negeri.
IR kemudian mengurus segala keperluan dokumen keberangkatan HE, termasuk pembuatan paspor dan medical check-up. Setelah semua dokumen selesai, IR menghubungkan HE dengan seorang agen yang akan memberangkatkannya ke Maroko.
"Sebelum keberangkatan, korban dijanjikan fee sebesar Rp 2 juta dan gaji Rp 7 juta per bulan. Proses pemberangkatan dilakukan melalui jalur darat dari Sumbawa ke Jakarta. Di Jakarta, korban dijemput oleh seorang agen untuk pengurusan visa," jelas AKP Dilia.
HE kemudian diberangkatkan ke Maroko pada April 2024. Namun, setelah tiga bulan bekerja di sana, ia tidak menerima gaji sepeser pun dari majikannya. HE kemudian memutuskan untuk melarikan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Rabat dan melaporkan kejadian yang menimpanya.
Pihak KBRI kemudian menampung HE selama empat bulan dan memfasilitasi kepulangannya ke Indonesia. Setibanya di Indonesia, HE menceritakan seluruh kejadian yang dialaminya kepada anaknya, yang kemudian melaporkan IR ke Polres Sumbawa.
Pelanggaran Hukum dan Ancaman Hukuman
Berdasarkan hasil pemeriksaan, IR terbukti memberangkatkan HE secara tidak prosedural, tanpa melalui Dinas Tenaga Kerja. Akibatnya, korban tidak mendapatkan perlindungan asuransi dan kepastian gaji.
"Tersangka IR melanggar Pasal 10 jo Pasal 4 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 81 jo Pasal 69 Undang-Undang RI No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia," tegas AKP Dilia.
Saat ini, berkas perkara IR telah dinyatakan lengkap (P21) dan tersangka beserta barang bukti telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sumbawa Besar untuk proses hukum lebih lanjut.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji besar. Pastikan proses perekrutan dan pemberangkatan dilakukan secara legal dan melalui jalur resmi agar terhindar dari praktik TPPO.