Krisis Demografi: Sekolah Dasar di Korea Selatan Hanya Menerima Satu Siswa Baru Akibat Tingkat Kelahiran yang Anjlok
Korea Selatan Hadapi Tantangan Demografi: Sebuah Sekolah Dasar Hanya Menerima Satu Siswa Baru
Gwangju, Korea Selatan - Sebuah pemandangan yang memilukan terjadi di Sekolah Dasar Pusat Gwangdong, Dong-gu, Gwangju, Korea Selatan, pada awal Maret 2025. Upacara penerimaan siswa baru di sekolah tersebut berlangsung sangat sederhana, mencerminkan realitas suram yang dihadapi Korea Selatan: penurunan angka kelahiran yang drastis.
Sim Eui Jun, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun, menjadi satu-satunya siswa baru yang diterima di sekolah tersebut tahun ini. Ia mengikuti pelajaran seorang diri di ruang kelas, namun tetap disambut dengan hangat oleh kepala sekolah, wali kelas, dan seluruh staf sekolah dalam sebuah perayaan kecil di lantai satu gedung utama sekolah.
Upacara Penerimaan yang Unik
Sim Eui Jun duduk di mejanya, didampingi oleh ibunya dan kakak perempuannya yang duduk di kelas 6 di sekolah yang sama. Mereka bersama-sama menyaksikan upacara penerimaan yang jauh berbeda dari tradisi yang biasa dilakukan. Tidak ada pidato panjang lebar, sumpah siswa baru yang bersemangat, atau barisan siswa baru yang memenuhi lapangan sekolah.
Kepala Sekolah Bae Chang-ho dari SD Pusat Gwangdo mengungkapkan keprihatinannya, "Ini memalukan bagi sekolah karena hanya ada satu siswa. Tentu akan sulit bagi Ui-jun untuk membangun hubungan interpersonal melalui interaksi dengan teman sebaya. Oleh karena itu, kami akan memberikan perhatian penuh kepadanya."
Sekolah berjanji untuk memastikan bahwa Sim Eui Jun tidak merasa kesepian dan dapat berinteraksi dengan siswa lain, terutama kakak perempuannya. "Kami akan secara aktif menjaganya agar rukun dengan kakak laki-laki dan perempuannya dan tidak merasa kesepian, dan agar dia dapat tinggal di berbagai kelas," tambah Kepala Sekolah Bae.
Keputusan Orang Tua dan Tantangan Guru
Ibu Sim Eun Jun, Kwak, yang berusia 40 tahun, menjelaskan bahwa ia memilih SD Jungang karena kualitas layanan dan program pembelajaran yang lebih mendalam. "Merupakan beban bagi anak saya untuk bersekolah sendirian, tetapi ketika anak pertama saya pindah ke sekolah tersebut di kelas empat, guru-guru di Sekolah Dasar Jungang sangat baik dan ia dapat bergaul dengan baik dengan teman-temannya, jadi saya memutuskan untuk mendaftarkannya dengan tenang."
Namun, ia juga mengungkapkan kekhawatirannya. "Namun, saya khawatir anak saya akan bersikap terlalu manja atau menjadi anak nakal yang manja, jadi saya meminta guru-guru untuk mengajarinya dengan baik."
Wali kelas Sim, Kim Na-rae, yang berusia 43 tahun, menghadapi tantangan unik dalam kariernya selama 20 tahun mengajar. Ini adalah pertama kalinya ia bertanggung jawab atas kelas yang hanya terdiri dari satu siswa. Tahun lalu, Kim juga mengajar kelas satu dengan hanya tiga siswa, namun ia mengakui bahwa situasi tahun ini jauh lebih memprihatinkan.
Kim Na-rae bertekad untuk memanfaatkan keunggulan sekolah kecil untuk memberikan pendidikan khusus yang dipersonalisasi kepada Sim Eui Jun.
Sejarah dan Penurunan Jumlah Siswa
SD Jungang, yang merupakan sekolah dasar kedua yang didirikan di Gwangju setelah SD Seoseok pada tahun 1896, pernah menjadi sekolah besar dengan sekitar 5.000 siswa hingga tahun 1980-an. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah siswa yang diterima terus menurun secara signifikan.
Berikut adalah data jumlah siswa baru yang diterima SD Jungang dalam beberapa tahun terakhir:
- 2021: 7 siswa
- 2022: 3 siswa
- 2023: 3 siswa
- 2024: 3 siswa
- 2025: 1 siswa
Penurunan ini mencerminkan tren penurunan angka kelahiran secara keseluruhan di Gwangju. Jumlah siswa baru di sekolah dasar Gwangju terus menurun setiap tahun:
- 2022: 13.300 siswa
- 2023: 12.538 siswa
- 2024: 19.450 siswa
Angka Kelahiran yang Mengkhawatirkan
Pada tahun 2024, Korea Selatan mencatat sedikit peningkatan angka kelahiran untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun terakhir, dengan 238.300 bayi lahir, naik 3,6 persen dari tahun sebelumnya. Namun, angka ini masih jauh di bawah tingkat penggantian populasi, yaitu 2,1, dan menempatkan Korea Selatan sebagai salah satu negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia, yaitu 0,75.
Situasi di SD Jungang adalah representasi yang jelas dari tantangan demografi yang dihadapi Korea Selatan. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi keluarga untuk memiliki anak.