Mengapa Orang Jepang Sangat Ekspresif Saat Menikmati Hidangan: Sebuah Bentuk Apresiasi Budaya
Mengungkap Alasan di Balik Ekspresi Berlebihan Orang Jepang Saat Makan
Di tengah hiruk pikuk sebuah restoran Jepang, seorang pengunjung asing tertegun menyaksikan fenomena unik: ekspresi berlebihan yang ditampilkan oleh para penikmat kuliner saat menikmati hidangan. Duduk seorang diri di meja bar, matanya terpaku pada seorang koki senior yang dengan cekatan menyiapkan pesanan di dapur terbuka. Di sebelahnya, seorang pekerja kantoran muda menerima pesanannya, matanya melebar dengan antusias, mengangguk kecil, dan dengan lantang berseru, "Umai!" (うまい!).
Pengalaman ini memicu refleksi mendalam tentang perbedaan budaya dalam mengekspresikan kenikmatan makanan. Dibesarkan dalam lingkungan yang menjunjung tinggi kesopanan dan ketenangan saat makan, pengunjung asing ini awalnya merasa terkejut. Namun, keheranan itu perlahan berubah menjadi kekaguman saat ia sendiri mencicipi hidangan tersebut. Tanpa sadar, ia ikut mengangguk, mengakui kelezatan yang tak terbantahkan. Meskipun tidak mengucapkan sepatah kata pun, dalam hatinya ia sepenuhnya setuju dengan reaksi spontan orang di sebelahnya.
Ekspresi Saat Makan: Lebih dari Sekadar Kebiasaan
Di Jepang, ekspresi saat makan bukan sekadar kebiasaan, melainkan manifestasi dari penghargaan yang mendalam. Sebelum terbiasa dengan budaya Jepang, ia terbiasa menikmati makanan dalam diam, cukup merasakan kenikmatannya tanpa perlu berlebihan. Namun, di Jepang, orang-orang menunjukkan kepuasan mereka dengan cara yang lebih terbuka dan spontan. Mereka tidak ragu untuk berteriak "Oishii!" (おいしい!) dengan semangat atau "Umai!" (うまい!) dengan nada tegas. Setiap ekspresi adalah bentuk apresiasi, yang ditujukan kepada berbagai pihak:
- Menghargai Tuan Rumah: Dalam budaya Jepang, undangan makan bersama merupakan simbol penerimaan dalam lingkaran sosial. Menunjukkan kepuasan melalui ekspresi berarti menghargai momen kebersamaan tersebut. Sikap diam dan tanpa ekspresi dapat diartikan sebagai kurangnya apresiasi terhadap undangan tersebut.
- Menghormati Sang Koki: Baik itu seorang koki profesional di restoran mewah atau seorang ibu yang memasak di rumah, menunjukkan ekspresi puas adalah cara sederhana namun bermakna untuk menghargai kerja keras dan dedikasi mereka dalam menyiapkan hidangan.
- Mengapresiasi Makanan: Filosofi Jepang memandang makanan sebagai sesuatu yang patut diapresiasi, bukan sekadar pemuas rasa lapar. Dalam beberapa budaya tradisional, makanan bahkan dianggap sebagai anugerah yang tidak boleh disia-siakan. Ekspresi saat makan menjadi wujud rasa syukur atas anugerah tersebut.
Dari Keheningan Hingga Keikutsertaan Budaya
Seiring berjalannya waktu, tanpa disadari, pengunjung asing ini mulai terpengaruh oleh budaya Jepang. Ia mulai mengamati berbagai ekspresi yang ditampilkan orang Jepang saat makan, dari anggukan kepala hingga seruan kekaguman. Ia menyadari bahwa ekspresi yang ditampilkan orang Jepang jauh lebih ekspresif dibandingkan dengan orang-orang di negara asalnya, yang mungkin hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata, "Enak banget."
Suatu hari, saat menikmati sushi di sebuah restoran di Tokyo, ia mengalami momen pencerahan. Potongan toro yang lembut meleleh di mulutnya, dan tanpa bisa menahan diri, ia berseru, "Wah, enak banget!" Temannya yang orang Jepang hanya tertawa kecil dan berkata, "Tuh kan, kamu sudah mulai seperti orang Jepang." Ia tidak bisa menyangkal, karena reaksi itu muncul secara refleks. Ia menyadari bahwa makanan di Jepang bukan hanya sesuatu yang dikonsumsi, tetapi juga sebuah pengalaman yang melibatkan semua indra dan emosi.
Aturan Tak Tertulis di Meja Makan Jepang
Selain ekspresi, ada banyak kebiasaan makan di Jepang yang ternyata bukan sekadar tradisi, tetapi juga mengandung makna yang lebih dalam:
- Jangan Meninggalkan Nasi di Piring (ご飯を残さない): Kebiasaan ini berakar pada ajaran lama yang menghargai makanan sebagai sesuatu yang berharga. Meninggalkan nasi dianggap sebagai tindakan tidak bersyukur.
- Suara Menyeruput Itu Wajar, Bahkan Dianjurkan (麺をすするのは普通): Menyeruput mi, terutama soba, dianggap sebagai cara untuk mengeluarkan aroma dan rasa mi secara maksimal. Bahkan, jika Anda makan soba terlalu halus, orang Jepang mungkin akan heran.
- Makan Sushi Sekali Suap (寿司は一口で食べる): Sushi dirancang untuk dinikmati dalam satu gigitan, sehingga semua rasa dapat menyatu secara harmonis. Memakan sushi setengah-setengah dapat merusak keseimbangan rasa yang telah dipersiapkan oleh koki.
- Tidak Ada Basa-Basi Berlebihan Saat Makan (食事中は無駄話をしない): Hal ini bukan berarti orang Jepang tidak ramah, tetapi mereka menghormati waktu Anda dan pelanggan lain. Mereka fokus menikmati makanan dan menghargai momen tersebut.
Melalui pengalamannya, pengunjung asing ini menyadari bahwa budaya makan Jepang jauh lebih kompleks dan bermakna daripada yang ia bayangkan sebelumnya. Ekspresi berlebihan saat makan, kebiasaan-kebiasaan unik, dan filosofi mendalam di balik setiap hidangan adalah bagian dari warisan budaya yang kaya dan patut diapresiasi.