Trem Otonom China Gagal Uji Coba di IKN, Pengembalian ke Negara Asal Tertunda
Trem Otonom China Gagal Uji Coba di IKN, Pengembalian ke Negara Asal Tertunda
Sebuah rangkaian trem otonom buatan perusahaan BUMN China, CRRC Qingdao Sifang, yang sebelumnya menjalani uji coba Proof of Concept (PoC) di Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga kini masih berada di lokasi proyek. Kendaraan tersebut, yang gagal memenuhi standar operasional otonom, seharusnya telah dikembalikan ke China pada bulan Februari 2025. Namun, hingga saat ini, trem tersebut masih terparkir di IKN, terselubung debu material konstruksi. Perpindahan lokasi parkir trem dari Jalan Sumbu Kebangsaan Sisi Timur ke area timur dekat Jalan Bebas Hambatan Seksi 6A dikonfirmasi oleh Direktur Pengembangan Ekosistem Digital Otorita IKN, Tonny Agus Setiono, dikarenakan adanya kegiatan pembangunan infrastruktur di lokasi sebelumnya. Berbeda dengan trem buatan CRRC Zhuzhou Institute Co Ltd dan Norinco yang telah sukses menjalani uji coba dan kembali ke negara asalnya, trem CRRC Qingdao Sifang justru mengalami kegagalan signifikan dalam memenuhi persyaratan operasional otonom.
Proses PoC yang berlangsung sejak 12 September hingga 22 Oktober 2024 melibatkan tim evaluasi independen yang terdiri dari pakar transportasi dan teknologi sistem kendali otonom dari tiga perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, asosiasi profesi terkait, dan praktisi berpengalaman. Evaluasi tersebut difokuskan pada beberapa aspek krusial, termasuk pengereman darurat, kemampuan otonom, dan performa baterai. Hasil evaluasi menunjukkan beberapa kekurangan mendasar pada sistem trem otonom CRRC Qingdao Sifang. Tim penilai mencatat setidaknya tiga poin penting yang menjadi penyebab kegagalan trem tersebut dalam memenuhi standar operasional yang ditetapkan. Pertama, trem tersebut belum mampu beroperasi secara otonom sepenuhnya. Pengemudi tetap harus selalu siap untuk mengambil alih kendali manual kapan pun dibutuhkan, menunjukkan kurangnya kepercayaan pada sistem otonom yang terpasang. Kedua, performa sistem otonom belum teruji secara menyeluruh. Kemampuan sistem untuk memprogram rute perjalanan dan menyesuaikan kecepatan serta pengereman masih belum optimal. Beberapa skenario uji coba bahkan memerlukan pengaturan ulang di lapangan, menunjukkan kurangnya adaptasi sistem terhadap berbagai kondisi jalan. Ketiga, sistem pengereman otonom juga belum berfungsi sebagaimana mestinya. Sistem gagal memberikan peringatan, mengurangi kecepatan, atau melakukan pengereman otomatis ketika mendeteksi adanya penghalang di jalur trem. Kesimpulan akhir dari tim penilai adalah mode otonom trem CRRC Qingdao Sifang belum optimal dan masih membutuhkan intervensi manual pengemudi, bahkan dalam situasi darurat. Sistem juga belum menunjukkan kemampuan bidireksional (dua arah).
Kegagalan trem otonom buatan CRRC Qingdao Sifang ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kesiapan teknologi otonom untuk diimplementasikan dalam proyek infrastruktur skala besar seperti IKN. Penundaan pengembalian trem tersebut ke China juga menunjukkan adanya tantangan yang perlu diatasi dalam proses pengadaan dan implementasi teknologi canggih di Indonesia. Kejadian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah dan pihak terkait dalam memilih dan mengimplementasikan teknologi di masa depan, agar terhindar dari masalah serupa. Hal ini juga menekankan pentingnya proses uji coba yang ketat dan komprehensif sebelum teknologi tersebut diimplementasikan secara penuh di lingkungan operasional sesungguhnya.