Banjir Bandang Puncak: Evaluasi Pariwisata Jabar dan Pembagian Kewenangan Pemerintah
Banjir Bandang Puncak: Evaluasi Pariwisata Jabar dan Pembagian Kewenangan Pemerintah
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengumumkan rencana evaluasi menyeluruh terhadap sektor pariwisata di kawasan Puncak, Bogor, menyusul bencana banjir bandang yang melanda akhir pekan lalu. Evaluasi ini tidak hanya mencakup destinasi wisata swasta, tetapi juga objek wisata milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat, PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita). Pernyataan Gubernur Dedi disampaikan di Gedung DPRD Jabar Bandung pada Senin, 3 Maret 2025, di mana beliau menyorot runtuhnya bagian dari infrastruktur wisata milik Jaswita yang menyebabkan penyumbatan aliran sungai dan memperparah banjir.
"Kejadian ini menjadi titik penting untuk meninjau kembali pembangunan infrastruktur wisata di Puncak," tegas Gubernur Dedi. Beliau juga menyoroti pembangunan vila-vila yang dinilai tidak sesuai peruntukan dan membebani daya dukung lingkungan di kawasan tersebut. Ketidaksesuaian tata ruang dan dampaknya terhadap bencana menjadi fokus utama evaluasi ini. Langkah Gubernur Dedi ini mendapat tanggapan dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar).
Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kemenpar, Fadjar Utomo, menjelaskan bahwa pengelolaan pariwisata di Indonesia mengikuti prinsip pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah, yang menetapkan pariwisata sebagai urusan konkuren pilihan.
"Perizinan usaha pariwisata didasarkan pada tingkat risiko," jelas Fadjar Utomo dalam wawancara dengan detikcom pada Rabu, 4 April 2025. "Perizinan usaha dengan risiko rendah dan menengah rendah berada di bawah wewenang pemerintah kabupaten/kota. Sementara perizinan usaha dengan risiko menengah tinggi menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, dan usaha dengan risiko tinggi, termasuk Penanaman Modal Asing (PMA), berada di bawah wewenang pemerintah pusat melalui sistem OSS (Online Single Submission)."
Lebih lanjut, Fadjar Utomo menjelaskan bahwa pengelolaan tata ruang menjadi wewenang pemerintah daerah. Perencanaan tata ruang, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional, harus menjadi acuan utama dalam pengembangan pariwisata. Peraturan Daerah (Perda) tata ruang menjadi instrumen kunci dalam pengendalian pembangunan.
Kemenpar juga menekankan pentingnya Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dalam menentukan pembagian kewenangan antar kementerian terkait. Setiap jenis usaha pariwisata akan tercakup dalam KBLI tertentu, yang kemudian menentukan kementerian yang bertanggung jawab.
Terkait rencana evaluasi Gubernur Dedi, Fadjar Utomo menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan Gubernur Jawa Barat sebagai pimpinan daerah. "Langkah evaluasi tersebut sudah sewajarnya dan diharapkan akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota di wilayah tersebut," tambahnya. Kemenpar menekankan pentingnya kolaborasi antar pemerintah dalam upaya pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Evaluasi yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat diharapkan akan menghasilkan rekomendasi kebijakan yang komprehensif untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang dan memastikan pembangunan pariwisata di Puncak berjalan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Proses evaluasi ini melibatkan berbagai aspek, mulai dari perizinan, tata ruang, hingga pengelolaan infrastruktur wisata.