Survei Ungkap Kekhawatiran Publik Terhadap Penempatan Personel TNI di Instansi Sipil

Respon Publik terhadap Revisi UU TNI: Survei Litbang Kompas Menyoroti Kekhawatiran Tumpang Tindih Kewenangan

Sebuah survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas baru-baru ini mengungkap adanya kekhawatiran yang signifikan di kalangan masyarakat terkait penempatan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) di berbagai lembaga sipil. Hasil survei, yang dilakukan pada tanggal 17-20 Maret 2025, menunjukkan bahwa mayoritas responden, yakni sebesar 68,6 persen, menyatakan kekhawatiran mereka terkait potensi tumpang tindih kewenangan yang mungkin timbul akibat kebijakan tersebut.

Survei ini melibatkan 535 responden yang tersebar di 38 provinsi di seluruh Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari panel responden Litbang Kompas, dengan mempertimbangkan proporsi jumlah penduduk di setiap provinsi. Dengan metode ini, tingkat kepercayaan hasil jajak pendapat mencapai 95 persen dengan margin of error sekitar 4,25 persen.

Tingkat Pendidikan Berpengaruh pada Tingkat Kekhawatiran

Analisis lebih lanjut dari data survei menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden memiliki korelasi yang kuat dengan tingkat kekhawatiran mereka. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi menunjukkan tingkat kekhawatiran yang paling tinggi, mencapai 81,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar pula potensi kekhawatiran mereka terhadap implikasi penempatan personel TNI di lembaga sipil.

Sebaliknya, responden dengan tingkat pendidikan dasar juga menunjukkan kekhawatiran, meskipun dengan persentase yang lebih rendah, yaitu sebesar 64,5 persen. Perbedaan ini menunjukkan bahwa pemahaman yang lebih mendalam tentang isu-isu terkait ketatanegaraan dan potensi konflik kepentingan dapat memicu kekhawatiran yang lebih besar.

Konteks Historis dan Potensi Bias Kebijakan

Litbang Kompas menyoroti bahwa kekhawatiran yang tinggi di kalangan responden berpendidikan tinggi dapat dipahami dalam konteks historis. Pengalaman masa lalu, khususnya pada era Orde Baru, di mana pendekatan militeristik mendominasi berbagai aspek kehidupan bernegara, kemungkinan besar masih membekas dalam ingatan kolektif masyarakat. Trauma terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan pembatasan kebebasan sipil dapat menjadi faktor yang memicu kekhawatiran saat ini.

Selain itu, survei ini juga menyoroti potensi bias dalam perumusan kebijakan sipil ketika melibatkan perwira tinggi militer dalam posisi strategis. Keputusan-keputusan yang seharusnya diambil berdasarkan pertimbangan demokratis dan profesional dapat terdistorsi oleh pendekatan hierarki komando dan militeristik. Hal ini dapat mengancam prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan menghambat partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan.

Implikasi dan Rekomendasi

Hasil survei Litbang Kompas ini memberikan gambaran yang jelas tentang persepsi publik terhadap penempatan personel TNI di lembaga sipil. Kekhawatiran yang diungkapkan oleh mayoritas responden menunjukkan bahwa pemerintah perlu lebih berhati-hati dan transparan dalam menerapkan kebijakan tersebut. Dialog yang inklusif dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan tokoh publik, perlu dilakukan untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut tidak mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Selain itu, penting untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas terhadap personel TNI yang ditempatkan di lembaga sipil. Kode etik yang jelas dan tegas perlu dirumuskan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan. Dengan langkah-langkah yang tepat, potensi manfaat dari penempatan personel TNI di lembaga sipil dapat dimaksimalkan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Survei ini dibiayai sepenuhnya oleh PT Kompas Media Nusantara.