Kilas Balik: Idul Fitri Pertama di Zaman Nabi, Lahir dari Kemenangan Badar

Kilas Balik: Idul Fitri Pertama di Zaman Nabi, Lahir dari Kemenangan Badar

Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia merayakan Idul Fitri dengan penuh sukacita, menandai berakhirnya bulan Ramadan yang penuh berkah. Lebih dari sekadar perayaan, Idul Fitri adalah simbol kemenangan spiritual bagi mereka yang telah berjuang menahan diri dan meningkatkan kualitas diri selama sebulan penuh. Namun, tahukah Anda bagaimana perayaan Idul Fitri pertama kali dilakukan?

Momen bersejarah ini terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya setelah Perang Badar yang menentukan. Perayaan ini bukan hanya tentang kemenangan di medan perang, tetapi juga tentang kemenangan atas hawa nafsu dan peningkatan spiritualitas.

Idul Fitri Pertama: Tahun ke-2 Hijriah

Menurut catatan sejarah Islam, Idul Fitri pertama dirayakan pada tahun ke-2 Hijriah, bertepatan dengan tahun 624 Masehi. Perayaan ini dilaksanakan setelah umat Islam meraih kemenangan gemilang dalam Perang Badar pada tanggal 17 Ramadan. Perang Badar sendiri merupakan pertempuran besar pertama dalam sejarah Islam, yang mempertemukan umat Islam yang baru tumbuh dengan kaum Quraisy yang masih memegang teguh tradisi kemusyrikan.

Perang ini dipicu oleh tindakan kaum Muslim Madinah yang mencegat kafilah dagang Quraisy yang kembali dari Syam menuju Makkah. Kafilah ini membawa harta kekayaan penduduk Makkah yang dirampas secara paksa, termasuk ribuan unta dan harta benda bernilai tinggi. Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan pasukannya untuk menghadang kafilah tersebut, dengan harapan Allah SWT akan memberikan rampasan perang kepada mereka.

Dengan strategi yang cermat, pasukan Muslim berhasil mencapai mata air Badar terlebih dahulu, memastikan mereka memiliki sumber air di tengah gurun yang gersang. Kemenangan dalam Perang Badar menjadi momen penting bagi umat Islam, membuktikan kekuatan iman dan persatuan mereka.

Perayaan Idul Fitri di Tengah Luka Perang

Perayaan Idul Fitri pertama di masa Nabi Muhammad SAW dilaksanakan dalam suasana yang berbeda. Para sahabat masih merasakan luka dan kelelahan akibat Perang Badar. Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bahkan harus menyandarkan kepalanya kepada Bilal bin Rabah saat menyampaikan khotbah Id, karena kelelahan yang mendera.

Shalat Id pada saat itu tidak dilakukan di masjid, melainkan di tanah lapang terbuka, tradisi yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat dan umat Islam setelahnya. Pada momen tersebut, kaum Muslim saling mengucapkan doa:

  • Allahummaj' alna minal 'aidin walfaizin
  • Artinya: Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali (dari Perang Badar) dan mendapatkan kemenangan.

Selain itu, mereka juga saling mengucapkan Taqabbalallahu minna wa minkum, yang berarti semoga Allah menerima ibadah dan amal kita semua.

Penetapan Kalender Hijriah

Penanggalan Hijriah sendiri baru ditetapkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Pada saat itu, wilayah kekuasaan Islam telah meluas hingga Mesir dan Persia. Abu Musa al-Asy'ari, Gubernur Irak saat itu, menyarankan kepada Khalifah Umar untuk membuat kalender sendiri bagi umat Islam.

Usulan ini kemudian disetujui oleh Khalifah Umar, yang kemudian membentuk panitia yang beranggotakan para sahabat Nabi terkemuka. Setelah melalui musyawarah, disepakati bahwa tahun hijrahnya kaum Muslim dari Makkah ke Madinah dijadikan sebagai awal tahun Hijriah, usulan yang diajukan oleh Ali bin Abi Thalib.

Khalifah Umar kemudian mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu Hijriah. Sejak saat itu, kalender umat Islam dikenal dengan nama Tarikh Hijriyah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah bertepatan dengan 16 Juli 622 Masehi. Keputusan Khalifah Umar ini dikeluarkan pada tahun 638 Masehi, yang kemudian ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriah.

Idul Fitri pertama di zaman Nabi Muhammad SAW bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga simbol kemenangan, persatuan, dan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Peristiwa ini menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk terus meningkatkan kualitas diri dan mempererat tali persaudaraan.