Renovasi Rumah, Strategi Warga PGP Bekasi Hadapi Banjir Berulang

Renovasi Rumah, Strategi Warga PGP Bekasi Hadapi Banjir Berulang

Banjir yang melanda Perumahan Pondok Gede Permai (PGP), Bekasi, dengan ketinggian air mencapai 80 sentimeter, memaksa warga untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut. Kejadian ini bukanlah yang pertama kali; banjir tahunan telah menjadi realita bagi penghuni PGP, mendorong mereka untuk melakukan renovasi rumah sebagai bentuk mitigasi bencana. Kondisi tersebut bahkan membuat akses jalan terputus dan tim evakuasi sempat terhambat dalam melakukan penyelamatan warga yang terjebak. Kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, dan Kepala BNPB Suharyanto ke lokasi pada Rabu, 5 Maret 2025, turut menyoroti dampak banjir dan upaya adaptasi yang dilakukan warga.

Peninjauan langsung ke lokasi banjir oleh pejabat tinggi negara tersebut menunjukkan kondisi pascabanjir di PGP. Meskipun air sudah mulai surut, tumpukan lumpur yang tebal masih terlihat di sepanjang jalan perumahan. Interaksi langsung dengan warga menjadi kesempatan bagi pejabat untuk memahami secara mendalam kesulitan yang dihadapi masyarakat. Salah satu warga, Rian Anggraini, menceritakan pengalamannya menghadapi banjir tahunan dan strategi adaptasi yang dilakukan warga PGP. Ia menjelaskan bahwa hampir setiap tahun, usai banjir, warga meninggikan bangunan rumahnya untuk menghindari dampak yang lebih parah. "Tiap abis banjir tuh pasti ada yang naikin bangunan rumahnya," ujar Rian kepada wartawan di pengungsian halaman kantor BNPB Jatiasih.

Namun, Rian juga mengakui bahwa banjir tahun ini lebih dahsyat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, lantai dua rumahnya yang pada tahun 2020 masih aman dari genangan air, tahun ini justru terendam seluruhnya. Kondisi ini semakin memperkuat kebutuhan untuk terus melakukan renovasi dan peningkatan konstruksi rumah secara berkala. "Ini lebih dahsyat dari 2020, saya lantai 2 tahun 2020 sedada, nah sekarang lantai 2 saya sudah ilang, nggak kelihatan. Iya, jadi rutinitas, tiap tahun abis banjir pasti ada yang nambah ningkatin rumah, karena kan semakin tahun semakin parah banjir. Bisa itu jadi apartemen, ada yang sampai 4 lantai rumahnya," tambahnya. Fenomena ini menggambarkan upaya warga untuk beradaptasi dengan risiko banjir yang terus meningkat.

Sementara itu, Sri Rahayu, warga lainnya, menceritakan kerugian material yang dialaminya akibat banjir. Semua barang-barangnya, mulai dari perabotan rumah tangga hingga pakaian, tak luput dari terjangan banjir. Ia bahkan berkelakar bahwa Lebaran tahun ini ia harus membeli perlengkapan rumah tangga baru selain pakaian Lebaran. Pengalamannya di pengungsian pun berkesan berbeda dengan berada di rumah saat banjir. Meskipun awalnya merasa termenung, ia mengaku senang bisa berinteraksi dan bertukar cerita dengan sesama pengungsi di tengah musibah ini. "Lebih banyak bengong, ha-ha-ha... tapi ya seneng lah, karena kumpul, bisa ketawa-tawa sama tetangga, saling cerita. Ada yang pancinya hanyut, kemarin Bapak sebelah rumah bilang freezer-nya yang baru kebawa banjir, minta yang nemu dibalikin," ungkapnya.

Intarsih, seorang warga lainnya, juga berbagi pengalamannya, baik saat berada di rumah maupun di pengungsian. Ia mengungkapkan stres yang dialaminya saat terjebak di lantai dua rumahnya selama banjir. Kecemasan akan kapan air surut dan beban pembersihan rumah pasca banjir menjadi beban tersendiri. Namun, ia menyadari bahwa berada di pengungsian, meskipun tidak nyaman, jauh lebih baik daripada terus menerus dilanda kecemasan di rumah yang terendam. Lebih lanjut, Intarsih juga mengungkapkan rasa takutnya pulang ke rumah setelah banjir surut karena beberapa tetangganya menemukan hewan seperti ular dan biawak di dalam rumah mereka pasca banjir. "Mau pulang sekarang juga takut-takut sih, kemarin RT berapa gitu nemu biawak, di dalam rumah, ada dua. Tiap banjir pasti ada, kan pada keluar itu dari kali, ular juga ada," imbuhnya. Kejadian ini semakin menegaskan pentingnya strategi mitigasi dan adaptasi yang komprehensif dalam menghadapi dampak banjir di wilayah tersebut.

Dari berbagai cerita warga PGP, terlihat jelas bahwa renovasi rumah menjadi strategi utama dalam menghadapi banjir yang berulang. Namun, di balik upaya adaptasi individu ini, terlihat pula perlunya solusi jangka panjang dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan banjir di kawasan PGP dan sekitarnya. Perlu adanya kajian menyeluruh mengenai penyebab banjir, serta implementasi solusi yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk melindungi warga dari bencana serupa di masa mendatang.