Malaysia Menimbang Respons Strategis Terhadap Potensi Tarif Impor AS di Bawah Pemerintahan Trump

Malaysia Menimbang Respons Strategis Terhadap Potensi Tarif Impor AS di Bawah Pemerintahan Trump

KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Anwar Ibrahim, saat ini tengah menyusun strategi komprehensif dalam merespons potensi penerapan tarif impor oleh Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Pendekatan yang hati-hati dan terukur ini didasari oleh ketidakpastian yang melekat pada kebijakan perdagangan AS, yang seringkali mengalami perubahan arah secara tiba-tiba.

Anwar Ibrahim menekankan pentingnya bagi Malaysia untuk tidak terburu-buru dalam mengambil tindakan gegabah. Menurutnya, kebijakan luar negeri Malaysia, selaras dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), mengedepankan sentralitas, netralitas, dan kemitraan inklusif dengan semua negara. "Kebijakan Malaysia, sebagaimana disepakati oleh ASEAN, didasarkan pada prinsip sentralitas. Ini berarti mengadopsi pendekatan yang independen dan netral sambil membangun jaringan dengan semua negara," kata Anwar.

Keterlibatan aktif dan hubungan bilateral antara Malaysia dan Amerika Serikat tetap menjadi prioritas utama. Namun, ketidakpastian yang menyelimuti kebijakan perdagangan AS, termasuk potensi perubahan tarif yang diumumkan oleh Trump, menuntut kehati-hatian ekstra. Anwar mencontohkan pembatalan dan penundaan tarif terhadap Kanada dan Meksiko sebagai contoh perubahan kebijakan yang tidak terduga.

Untuk mengantisipasi dampak potensial dari perang dagang global yang dipicu oleh tarif, pemerintah Malaysia telah membentuk komite khusus di tingkat kabinet. Komite ini bertugas untuk mengevaluasi risiko dan merumuskan strategi mitigasi yang efektif. Selain itu, Malaysia juga secara aktif memperluas jaringan perdagangan dengan negara-negara lain, sambil menjaga netralitas dalam hubungan internasional.

Diversifikasi Kemitraan Strategis

Upaya diversifikasi kemitraan strategis ini mencakup peningkatan hubungan dengan negara-negara di Afrika (melalui Afrika Selatan dan Ethiopia), Amerika Latin (melalui Brasil dan Peru), serta memperdalam kerja sama dengan China dan Rusia.

"Dengan jaringan ini, kami yakin dapat menciptakan peluang investasi baru dan memperluas pasar ekspor ke lebih banyak negara," ujar Anwar, menekankan pentingnya diversifikasi dalam menghadapi ketidakpastian global.

Amerika Serikat tetap menjadi mitra dagang penting bagi Malaysia, dengan kontribusi sebesar 11 persen terhadap total perdagangan Malaysia dan 13 persen terhadap ekspor Malaysia. Oleh karena itu, Malaysia menyadari perlunya mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Langkah-langkah ini meliputi:

  • Memperluas jaringan perdagangan dengan negara-negara baru.
  • Memperkuat program pertumbuhan domestik.
  • Memajukan perencanaan industri.
  • Mempercepat transisi energi.
  • Mempercepat transformasi digital.

Tidak Mempertimbangkan Tarif Balasan

Sementara itu, Kementerian Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia (MITI) menegaskan bahwa pemerintah saat ini tidak mempertimbangkan penerapan tarif balasan terhadap Amerika Serikat. MITI memandang serius potensi tarif impor Trump dan secara aktif berupaya untuk berdialog dengan otoritas AS untuk mencari solusi yang adil dan sejalan dengan prinsip perdagangan bebas.

"Tarif AS memengaruhi banyak negara dengan implikasi yang berpotensi signifikan bagi perdagangan dan pertumbuhan global," demikian pernyataan MITI.

Pusat Komando Geoekonomi Nasional (NGCC) akan melakukan evaluasi mendalam terhadap dampak dari kebijakan AS dan merumuskan strategi komprehensif untuk meminimalkan dampak negatif terhadap ekonomi dan industri Malaysia. MITI juga berencana untuk memanfaatkan perjanjian kerangka kerja perdagangan dan investasi yang ada untuk mencari keuntungan perdagangan timbal balik dan menjajaki perjanjian perlindungan teknologi dengan AS, khususnya di sektor semikonduktor, kedirgantaraan, dan ekonomi digital.

Data dari Biro Analisis Ekonomi AS menunjukkan bahwa Malaysia menduduki peringkat ke-15 dalam daftar negara dengan surplus perdagangan terbesar dengan AS, mencapai 24,8 miliar dollar AS pada tahun 2024. Hal ini menggarisbawahi pentingnya hubungan perdagangan yang sehat dan berkelanjutan antara kedua negara.