Strategi Jitu Prabowo Hadapi Tarif Impor AS: Diversifikasi Mitra Dagang, Hilirisasi SDA, dan Penguatan Daya Beli
Tiga Pilar Strategi Prabowo Subianto Redam Dampak Tarif Impor AS
Jakarta - Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) mengungkapkan strategi komprehensif yang telah dijalankan Presiden Prabowo Subianto dalam menghadapi dinamika kebijakan ekonomi global, khususnya terkait penerapan tarif impor oleh Amerika Serikat. Strategi ini dirancang untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah gelombang disrupsi global.
Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi PCO, Noudhy Valdryno, menjelaskan bahwa Presiden Prabowo memiliki pemahaman mendalam tentang geopolitik dan perdagangan internasional. Pemahaman ini menjadi fondasi utama dalam merumuskan kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan global. Lebih lanjut, Noudhy memaparkan tiga strategi utama yang menjadi andalan pemerintah:
1. Ekspansi Kemitraan Dagang Internasional
Sejak awal masa jabatannya, Presiden Prabowo memprioritaskan perluasan jaringan mitra dagang. Langkah ini dianggap krusial untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara atau kawasan tertentu, sekaligus membuka peluang pasar baru bagi produk-produk Indonesia. Beberapa inisiatif konkret yang telah dilakukan antara lain:
- Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP): Indonesia telah menandatangani perjanjian RCEP yang melibatkan 10 negara ASEAN, Australia, RRT, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. Kemitraan ini menciptakan blok perdagangan bebas yang luas dan berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia.
- Aksesi ke OECD: Proses aksesi Indonesia ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) terus dikebut. Keanggotaan di OECD akan meningkatkan daya saing Indonesia, menarik investasi asing, dan mendorong adopsi standar internasional.
- Keanggotaan BRICS: Indonesia juga mengajukan diri untuk bergabung dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), sebuah kelompok ekonomi yang mewakili 40 persen perdagangan global. Keanggotaan di BRICS akan memperkuat posisi Indonesia dalam forum internasional dan membuka akses ke pasar yang besar dan berkembang pesat.
2. Percepatan Hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA)
Hilirisasi SDA menjadi fokus utama pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Untuk mendukung program ini, pemerintah telah meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
BPI Danantara bertugas mendanai dan mengelola proyek-proyek hilirisasi di sektor-sektor strategis seperti mineral, batu bara, minyak bumi, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan. Dengan hilirisasi, Indonesia tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga produk-produk olahan yang bernilai jual lebih tinggi.
3. Penguatan Daya Beli Masyarakat
Pemerintah menyadari pentingnya menjaga daya beli masyarakat sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi domestik. Berbagai program yang langsung menyentuh kesejahteraan rakyat terus digulirkan, antara lain:
- Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Program MBG bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia dan sekaligus mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan industri makanan.
- Koperasi Desa Merah Putih (KDMP): Pemerintah berencana mendirikan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) untuk memperkuat ekonomi desa, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan perputaran uang di daerah. KDMP akan menjadi wadah bagi petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro kecil untuk mengembangkan usahanya.
Dampak Kebijakan Tarif Impor AS
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemberlakuan tarif impor dan bea masuk sebesar 32 persen untuk Indonesia. Trump mengklaim bahwa kebijakan ini akan meningkatkan produksi dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja di Amerika Serikat. Kebijakan ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia, namun pemerintah optimis bahwa dengan strategi yang tepat, dampak negatifnya dapat diminimalkan.
Noudhy menegaskan bahwa dengan kombinasi strategi memperkuat hubungan dagang internasional, mengoptimalkan potensi sumber daya alam melalui hilirisasi, dan meningkatkan konsumsi dalam negeri, Indonesia memiliki resiliensi untuk menghadapi gejolak ekonomi global dan terus tumbuh secara berkelanjutan.