Indonesia dan Malaysia Koordinasi Sikap ASEAN Terkait Kebijakan Tarif AS yang Kontroversial

Indonesia dan Malaysia Jalin Komunikasi Intensif Sikapi Tarif Impor AS

Pemerintah Indonesia merespons serius kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Sebagai langkah proaktif, Indonesia telah menjalin komunikasi intensif dengan Malaysia, yang saat ini memegang keketuaan ASEAN, untuk merumuskan respons bersama terhadap kebijakan tersebut.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) dalam keterangan resminya menyampaikan bahwa komunikasi dengan Malaysia bertujuan untuk menyelaraskan langkah-langkah yang akan diambil oleh negara-negara anggota ASEAN, mengingat dampak tarif AS yang berpotensi mempengaruhi seluruh kawasan.

"Indonesia telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku pemegang Keketuaan ASEAN untuk mengambil langkah bersama mengingat 10 negara ASEAN seluruhnya terdampak pengenaan tarif AS," demikian pernyataan resmi Kemlu RI.

Selain berkoordinasi dengan ASEAN, Indonesia juga berencana mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington D.C. untuk melakukan negosiasi langsung dengan Pemerintah AS. Delegasi ini akan bertugas membahas secara spesifik tarif sebesar 32% yang dikenakan oleh AS terhadap barang-barang impor dari Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menyiapkan argumentasi dan data pendukung untuk menanggapi permasalahan yang diangkat oleh Pemerintah AS, terutama yang tercantum dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025 yang diterbitkan oleh US Trade Representative.

Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan jajaran menteri Kabinet Merah Putih untuk melakukan perbaikan struktural yang komprehensif. Instruksi ini mencakup penyederhanaan regulasi dan penghapusan regulasi yang dianggap menghambat, khususnya yang berkaitan dengan hambatan non-tarif (non-tariff barriers). Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, menjaga kepercayaan pelaku pasar, dan menarik investasi yang diperlukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

"Hal ini juga sejalan dalam upaya meningkatkan daya saing, menjaga kepercayaan pelaku pasar dan menarik investasi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Langkah kebijakan strategis lainnya akan ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk terus memperbaiki iklim investasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja yang luas," jelas Kemlu RI.

Kemlu RI sebelumnya juga telah menyatakan bahwa tarif 32% yang dikenakan oleh AS akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke pasar Amerika. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang melakukan analisis mendalam untuk menghitung dampak pengenaan tarif AS terhadap berbagai sektor ekonomi. Hasil analisis ini akan menjadi dasar bagi perumusan langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Pemerintah, bersama dengan Bank Indonesia, terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif AS. Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Latar belakang dari kebijakan tarif ini adalah kekhawatiran AS terhadap tarif yang dikenakan oleh Indonesia untuk barang-barang dari AS. Pemerintah AS mengklaim bahwa Indonesia mengenakan tarif sebesar 64% untuk barang-barang impor dari AS, sehingga AS membalas dengan mengenakan tarif 32% untuk barang-barang impor dari Indonesia. Indonesia berencana untuk memberikan bukti yang kuat bahwa tarif yang dikenakan tidak sebesar itu.

Berikut adalah poin-poin penting yang akan menjadi fokus delegasi Indonesia dalam negosiasi dengan AS:

  • Mengklarifikasi struktur tarif Indonesia dan membantah klaim tarif 64%.
  • Menjelaskan dampak negatif tarif AS terhadap ekonomi Indonesia.
  • Mencari solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara.
  • Memperkuat hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS.

Indonesia berharap melalui dialog dan negosiasi yang konstruktif, kedua negara dapat mencapai kesepakatan yang adil dan saling menguntungkan, serta menghindari eskalasi konflik perdagangan yang lebih lanjut.