Misteri Sperma di Tubuh Jurnalis Juwita: Keluarga Desak Uji DNA untuk Ungkap Kejelasan
Kasus Pembunuhan Jurnalis Juwita: Desakan Tes DNA dan Pengakuan Pelaku
Kasus pembunuhan Juwita, seorang jurnalis muda berusia 23 tahun di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, terus bergulir. Terbaru, keluarga korban melalui kuasa hukumnya, Muhamad Pazri dari Advokasi untuk Keadilan (AUK), mendesak dilakukannya tes DNA terhadap temuan sperma di tubuh Juwita. Desakan ini muncul di tengah pengakuan seorang oknum TNI Angkatan Laut (AL) berpangkat Kelasi Satu, berinisial J alias Jumran, sebagai pelaku pembunuhan.
Mengapa Tes DNA Menjadi Krusial?
Menurut Pazri, keterangan dari dokter forensik menyebutkan bahwa volume sperma yang ditemukan cukup signifikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai identitas pemilik sperma tersebut. Keluarga meyakini bahwa tes DNA adalah langkah penting untuk memastikan apakah sperma tersebut milik pelaku, Kelasi Satu J, atau pihak lain.
"Tes DNA ini krusial untuk memperjelas siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tragis ini," tegas Pazri. Namun, ia menambahkan bahwa fasilitas forensik yang memadai untuk melakukan tes DNA belum tersedia di Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, kuasa hukum mengusulkan agar tes DNA dilakukan di laboratorium yang lebih lengkap di luar daerah, seperti Surabaya atau Jakarta, demi mendapatkan hasil yang akurat dan komprehensif.
Pengakuan Pelaku dan Indikasi Pembunuhan Berencana
Kabar baiknya, Kelasi Satu J telah mengakui perbuatannya sebagai pelaku pembunuhan Juwita. Pazri menyatakan bahwa pengakuan ini menjadi bukti kuat yang memperkuat dugaan keterlibatan Kelasi Satu J. Selain itu, kuasa hukum juga menduga bahwa pembunuhan ini telah direncanakan sebelumnya.
Indikasi pembunuhan berencana ini didasarkan pada beberapa bukti, termasuk:
- Pembelian tiket perjalanan menggunakan identitas palsu.
- Penghancuran Kartu Tanda Penduduk (KTP) oleh pelaku.
Lebih lanjut, informasi yang beredar menyebutkan bahwa eksekusi terhadap Juwita dilakukan di dalam mobil rental yang disewa oleh Kelasi Satu J.
Curhatan Juwita Sebelum Meninggal
Sebelum kejadian tragis ini, Juwita sempat bercerita kepada rekannya, Devi Farah Diba, mengenai sifat temperamental dan cemburuan dari Kelasi Satu J. Devi mengungkapkan bahwa Juwita selalu melaporkan setiap aktivitasnya kepada sang kekasih, termasuk dengan siapa ia berinteraksi. Meskipun begitu, Juwita juga sempat memamerkan foto kebersamaannya dengan Kelasi Satu J dan meminta doa serta nasihat menjelang pernikahan.
Kasus ini menjadi sorotan tajam terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan mendesaknya peningkatan fasilitas forensik di daerah. Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam memilih pasangan hidup dan mengenali tanda-tanda perilaku posesif dan kekerasan.
Pihak berwajib diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini dan membawa pelaku ke pengadilan. Keluarga korban juga berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.