Analisis INDEF: Tarif Impor AS ke Indonesia Tidak Proporsional, Berbasis Asumsi Keliru

Tarif Impor AS ke Indonesia: Studi INDEF Ungkap Ketidaksesuaian

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti ketidaksesuaian dalam penetapan tarif impor yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia. Analisis INDEF menunjukkan bahwa perhitungan tarif yang diterapkan AS, yaitu sebesar 32%, didasarkan pada asumsi yang keliru mengenai tarif impor yang dikenakan Indonesia terhadap produk AS.

Ekonom Senior INDEF, M. Fadhil Hasan, menjelaskan bahwa AS menganggap Indonesia mengenakan tarif impor sebesar 64% terhadap produk AS. Asumsi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menerapkan tarif balasan sebesar 32%. Namun, Fadhil Hasan membantah klaim tersebut. Menurutnya, tarif impor yang sebenarnya dikenakan Indonesia terhadap produk AS hanya berkisar antara 8% hingga 9%.

Dasar Perhitungan Tarif yang Dipertanyakan

Fadhil Hasan menjelaskan bahwa perhitungan tarif 64% oleh AS didasarkan pada defisit perdagangan AS terhadap Indonesia. Defisit perdagangan AS diperkirakan mencapai 16,8 miliar dollar AS. Angka ini kemudian dibagi dengan total impor Indonesia ke AS yang bernilai sekitar 28 miliar dollar AS. Hasil pembagian tersebut menghasilkan angka 64%, yang kemudian dianggap sebagai tarif yang dikenakan Indonesia.

"Mereka menghitung bahwa tarif yang dikenakan pemerintah Indonesia terhadap produk AS adalah 16,8 miliar dibagi dengan 28 miliar dollar AS, maka ketemulah 64 persen itu," ujar Fadhil.

Perhitungan ini dinilai kurang tepat karena tidak mencerminkan tarif impor yang sebenarnya dikenakan Indonesia. Indonesia secara umum menerapkan tarif impor yang relatif rendah, yaitu sekitar 8-9%, terhadap hampir semua negara.

Surplus Neraca Perdagangan Indonesia dengan AS

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia secara konsisten mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan AS dalam lima tahun terakhir. Nilai surplus ini bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Berikut adalah data surplus neraca perdagangan Indonesia dengan AS:

  • 2019: 8,5 miliar dollar AS
  • 2020: 10,04 miliar dollar AS
  • 2021: 14,52 miliar dollar AS
  • 2022: 16,56 miliar dollar AS
  • 2023: 11,97 miliar dollar AS
  • 2024: 16,84 miliar dollar AS

Surplus neraca perdagangan ini menunjukkan bahwa Indonesia lebih banyak mengekspor barang ke AS dibandingkan mengimpor dari AS. Kondisi ini bertentangan dengan narasi yang dibangun AS bahwa Indonesia menerapkan tarif tinggi untuk melindungi industrinya.

Implikasi Kebijakan Tarif AS

Kebijakan tarif yang diterapkan AS dapat berdampak negatif terhadap perdagangan antara kedua negara. Tarif yang tinggi dapat meningkatkan harga barang impor, yang pada akhirnya dapat mengurangi permintaan konsumen. Selain itu, tarif juga dapat memicu perang dagang antara kedua negara, yang dapat merugikan perekonomian global.

INDEF mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi dengan AS untuk mengatasi masalah tarif ini. Pemerintah Indonesia perlu menjelaskan kepada AS mengenai tarif impor yang sebenarnya dikenakan Indonesia dan dampak negatif dari kebijakan tarif yang diterapkan AS.

Tantangan Perhitungan Non-Tariff Barriers (NTB)

Selain tarif impor, AS juga menuding Indonesia menerapkan Non-Tariff Barriers (NTB) yang menghambat impor produk AS. Namun, Fadhil Hasan mengakui bahwa perhitungan NTB sangat sulit dan seringkali membingungkan. Ia menambahkan bahwa perhitungan NTB yang dilakukan AS tidak memiliki argumen yang jelas.

“Sebenarnya untuk menghitung NTB sangat sulit, saya kira hampir semua sepakat perhitungan yang dilakukan itu jadi sangat membingungkan dan tidak memiliki argumen yang jelas," tegasnya. Hal ini menambah kompleksitas dalam menyelesaikan sengketa perdagangan antara Indonesia dan AS.

Kebijakan tarif AS yang tidak proporsional dan didasarkan pada asumsi yang keliru dapat merugikan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi kepentingan nasional dan memastikan hubungan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan dengan AS.