Guru Besar UGM Diduga Terlibat Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswi: Modus Pertemuan Akademik Terbongkar

Dugaan Pelecehan Seksual oleh Guru Besar UGM Terungkap

Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan inisial EM mencoreng citra institusi pendidikan ternama tersebut. Modus operandi yang digunakan terbilang halus, yakni dengan memanfaatkan pertemuan akademik sebagai kedok untuk melakukan tindakan tidak terpuji. Laporan yang masuk ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM pada tahun 2024 menjadi titik awal terkuaknya kasus ini.

Menurut keterangan Sekretaris UGM, Andi Sandi, EM kerap kali mengajak mahasiswi untuk bertemu di luar jam perkuliahan dengan alasan bimbingan skripsi, diskusi terkait lomba, atau membahas kegiatan akademik lainnya. Namun, pertemuan-pertemuan tersebut diduga disalahgunakan untuk melakukan pelanggaran etik dan tindakan kekerasan seksual di luar ruang kelas dan lingkungan kampus.

PPKS UGM telah bergerak cepat dengan meminta keterangan dari 13 orang yang terdiri dari korban dan saksi. Berdasarkan hasil investigasi awal, EM dinilai telah melanggar Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023, yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Sebagai langkah awal, pihak UGM telah membebastugaskan EM dari seluruh aktivitas mengajar dan jabatannya sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana serta Cancer Chemoprevention Research Center sejak pertengahan tahun 2024. Tindakan ini menunjukkan komitmen UGM dalam menangani kasus kekerasan seksual secara serius dan transparan.

"Sudah sejak pelaporan dari fakultas itu sudah dibebastugaskan. Jadi pertengahan 2024 sudah dibebastugaskan sejak laporan dilakukan oleh pimpinan fakultas ke satgas," jelas Andi.

Proses Hukum dan Sanksi

Saat ini, kasus dugaan pelecehan seksual ini memasuki tahap penetapan sanksi. Mengingat status EM sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Guru Besar, kewenangan untuk memberikan sanksi yang lebih berat, termasuk pemberhentian, berada di tangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

"Oleh karena itu, kami setelah waktu liburan Idul Fitri ini, kita akan menetapkan keputusan itu," imbuh Andi.

Kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh institusi pendidikan tinggi di Indonesia untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan terhadap potensi terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kampus. Selain itu, penting untuk memberikan edukasi dan pemahaman yang komprehensif kepada seluruh civitas akademika mengenai batasan-batasan perilaku yang tidak pantas dan mekanisme pelaporan yang aman dan efektif.

Berikut adalah poin-poin penting dalam kasus ini:

  • Terduga pelaku: EM, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM
  • Modus: Pertemuan akademik (bimbingan skripsi, diskusi lomba, dll.)
  • Korban: Mahasiswi UGM
  • Pelanggaran: Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023
  • Sanksi sementara: Pembebastugasan dari aktivitas mengajar dan jabatan
  • Proses selanjutnya: Penetapan sanksi oleh Kemendikbudristek

Kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan seksual.