Serangan Udara Israel Hantam Sekolah di Gaza, Puluhan Pengungsi Tewas, Tuduhan Teroris Mencuat

Tragedi di Gaza: Serangan Udara Israel Hantam Sekolah, Puluhan Nyawa Melayang

Sebuah serangan udara yang dilancarkan oleh Israel menghantam sebuah sekolah di Kota Gaza pada hari Jumat, 4 April 2025, menewaskan sedikitnya 33 orang. Tragisnya, sekolah tersebut difungsikan sebagai tempat penampungan bagi keluarga pengungsi Palestina yang kehilangan tempat tinggal akibat konflik yang berkecamuk. Insiden ini kembali memicu kecaman internasional dan meningkatkan kekhawatiran akan keselamatan warga sipil di tengah eskalasi kekerasan.

Menurut laporan dari tim medis setempat dan Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, serangan terjadi sekitar pukul 19.15 WIB (12.15 GMT). Juru bicara Badan Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Bassal, mengungkapkan bahwa di antara korban tewas terdapat anak-anak dan perempuan hamil. Puluhan warga Palestina lainnya dilaporkan terluka akibat serangan yang menghantam sekolah Dar al-Arqam di Distrik Tuffah, timur laut Kota Gaza. Saksi mata menggambarkan pemandangan mengerikan, dengan anak-anak yang terluka parah dilarikan ke rumah sakit setempat menggunakan mobil dan truk.

Klaim Israel: Target Operasi adalah Pejuang Hamas

Menanggapi insiden tersebut, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim bahwa serangan itu menargetkan "teroris terkemuka yang berada di pusat komando dan kendali Hamas." IDF menyatakan bahwa lokasi yang diserang berisi pejuang Hamas yang merencanakan serangan terhadap warga sipil dan pasukan Israel. Mereka juga menambahkan bahwa langkah-langkah telah diambil untuk meminimalkan kerugian terhadap warga sipil.

Klaim ini bertentangan dengan laporan dari lapangan yang menunjukkan bahwa sekolah tersebut digunakan sebagai tempat penampungan bagi pengungsi. Insiden ini menimbulkan pertanyaan serius tentang proporsionalitas serangan dan upaya yang dilakukan untuk melindungi warga sipil.

Eskalasi Konflik dan Dampak Kemanusiaan

Serangan terhadap sekolah di Gaza terjadi di tengah eskalasi konflik antara Israel dan Hamas. IDF telah meningkatkan pengeboman udara dan serangan darat di Gaza sejak 18 Maret, setelah berakhirnya fase pertama gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera yang disepakati pada bulan Januari. Operasi militer Israel telah menyebabkan pengungsian massal warga Palestina, dengan PBB memperkirakan sekitar 100.000 orang telah mengungsi dari Gaza utara, Rafah, dan Khan Younis dalam beberapa minggu terakhir.

Brigjen Effie Defrin, juru bicara utama IDF, menyatakan bahwa operasi militer telah "berkembang ke tahap lain" dan pasukan Israel telah menyerang lebih dari 600 "target teroris" di seluruh Gaza dalam dua pekan terakhir, menewaskan lebih dari 250 orang. Defrin juga menambahkan bahwa IDF telah memperluas operasi di Gaza selatan dengan tujuan mengepung dan membagi wilayah Rafah.

Kondisi Kritis dan Negosiasi Gencatan Senjata yang Buntu

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa setidaknya 1.163 orang telah tewas dalam dua pekan terakhir sebelum serangan terhadap sekolah, termasuk lebih dari 300 anak-anak. Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, dengan kekurangan makanan, air bersih, dan pasokan medis. Sementara itu, negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih menemui jalan buntu.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa tekanan militer dapat memaksa Hamas untuk membebaskan sandera yang masih ditahan. Namun, Hamas menolak usulan gencatan senjata dari Israel dan hanya menerima usulan dari Qatar dan Mesir yang mencakup pembebasan sandera dengan syarat pembebasan tahanan Palestina, penarikan pasukan Israel, dan masuknya bantuan kemanusiaan.

Insiden Sebelumnya: Serangan terhadap Kendaraan Darurat

Sehari sebelum serangan terhadap sekolah, paramedis Palestina melaporkan bahwa lima ambulans, satu mobil pemadam kebakaran, dan satu kendaraan PBB ditembaki saat menanggapi panggilan darurat. IDF mengklaim bahwa kendaraan-kendaraan tersebut mencurigakan karena bergerak ke arah pasukan tanpa lampu depan atau sinyal darurat, dan mengklaim telah menewaskan seorang anggota Hamas dan "delapan teroris lainnya." Korban selamat membantah klaim tersebut dan menekankan bahwa semua pekerja darurat adalah warga sipil.

Insiden-insiden ini semakin meningkatkan kekhawatiran tentang keselamatan pekerja kemanusiaan dan warga sipil di Gaza. Masyarakat internasional terus menyerukan gencatan senjata segera dan akses kemanusiaan tanpa hambatan ke wilayah tersebut untuk meringankan penderitaan warga sipil yang terjebak dalam konflik.