Gelombang Kekhawatiran Global Menyusul Kebijakan Tarif Trump: Singapura dan Jepang Siaga, Vietnam Ambil Langkah Diplomatik
Dampak Kebijakan Tarif AS Menggema di Panggung Global: Respons Singapura, Jepang, dan Vietnam
Pengumuman kebijakan tarif balasan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memicu gelombang kekhawatiran di berbagai negara. Kebijakan yang menetapkan tarif minimal 10% untuk semua produk impor ke AS ini, dipandang sebagai ancaman terhadap stabilitas ekonomi global dan tatanan perdagangan internasional. Beberapa negara telah menyatakan keprihatinannya atas kebijakan tersebut, dan diperkirakan dapat memicu perang dagang yang lebih luas.
Singapura: Era Globalisasi Berakhir?
Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa era aturan berbasis globalisasi dan perdagangan bebas telah berakhir. Ia melihat dunia memasuki fase baru yang lebih proteksionis, arbitrer, dan berpotensi membahayakan negara-negara kecil dengan ekonomi terbuka seperti Singapura. Menurut Wong, meskipun dampak langsung tarif 10% AS terhadap Singapura mungkin terbatas, konsekuensi jangka panjangnya bisa sangat signifikan.
"Kita berisiko terdesak, terpinggirkan, dan tertinggal," tegas Wong, menekankan pentingnya menjaga sistem perdagangan multilateral dan menghindari pendekatan proteksionis yang dapat merugikan semua pihak.
Singapura sendiri memilih untuk tidak menerapkan tarif balasan. Namun, Wong mengingatkan bahwa jika negara-negara lain mengikuti jejak AS dan meninggalkan WTO, risiko perang dagang global akan meningkat tajam.
Jepang: Krisis Nasional dan Upaya Negosiasi
Respons serupa datang dari Jepang. Perdana Menteri Shigeru Ishiba menilai kebijakan tarif balasan AS, yang mencapai 24% untuk barang-barang Jepang, sebagai potensi "krisis nasional". Mengingat perusahaan-perusahaan Jepang adalah investor besar di AS, dampak kebijakan ini bisa sangat besar.
Ishiba menekankan perlunya pendekatan "tenang" dalam negosiasi dengan pemerintahan Trump. Ia membuka opsi tindakan pembalasan atau membawa masalah ini ke WTO sebagai langkah yang mungkin diambil Jepang untuk melindungi kepentingan ekonominya. Pemerintah Jepang tengah berupaya untuk meminimalkan dampak kebijakan tersebut.
Vietnam: Diplomasi Langsung ke Puncak
Di tengah kekhawatiran global, Vietnam memilih jalur diplomasi langsung. Setelah pengumuman tarif impor 46% untuk produk Vietnam, pemimpin Vietnam, To Lam, segera menghubungi Presiden Trump untuk mencari solusi. Kedua pemimpin sepakat untuk membahas potensi kesepakatan penghapusan tarif.
"Baru saja melakukan panggilan telepon yang sangat produktif dengan To Lam... yang mengatakan kepada saya bahwa Vietnam ingin memangkas Tarif mereka hingga NOL jika mereka dapat membuat kesepakatan dengan AS," tulis Trump di platform Truth.
Beberapa hari sebelum pengumuman tarif AS, Vietnam telah mengambil langkah-langkah konsesi, termasuk memangkas bea masuk dan berjanji untuk membeli lebih banyak produk Amerika. Lam juga berjanji untuk memangkas tarif atas barang-barang AS. Langkah-langkah ini menunjukkan kesediaan Vietnam untuk bernegosiasi dan mencari solusi yang saling menguntungkan dengan AS. Pemerintah Vietnam juga mengusulkan agar AS menerapkan tarif pajak yang sama terhadap barang-barang yang diimpor dari Vietnam.