Tiga Faktor Global Ancam Performa IHSG Pasca Libur Panjang
Pasar modal Indonesia bersiap menghadapi tantangan pasca libur panjang Nyepi dan Lebaran. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dijadwalkan kembali aktif pada Selasa, 8 April 2025, namun sejumlah sentimen global membayangi pergerakannya.
Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas, menyoroti tiga faktor utama yang berpotensi memengaruhi kinerja IHSG. Ketiga faktor tersebut berasal dari kebijakan ekonomi Amerika Serikat, dinamika pasar komoditas, dan proyeksi ekonomi global.
Ancaman Tarif Resiprokal AS
Sentimen pertama dan paling signifikan adalah implementasi tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump. Kebijakan ini menetapkan tarif sebesar 10% untuk semua negara, ditambah tarif tambahan bagi negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS. Indonesia, dengan surplus perdagangan non-migas yang tinggi terhadap AS (mencapai 16,84 miliar dollar AS dari total surplus 31,04 miliar dollar AS pada 2024), terkena tarif resiprokal sebesar 32%.
Tarif ini dikhawatirkan akan memberikan dampak signifikan pada produsen ekspor Indonesia, memicu peningkatan current account deficit (CAD), dan berujung pada depresiasi nilai tukar rupiah. Investor dan pelaku pasar diprediksi akan melakukan aksi jual sebagai respons terhadap kekhawatiran ini.
Tekanan Harga Komoditas
Faktor kedua adalah penurunan harga komoditas energi. Keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi hingga 440.000 barel per hari mulai Mei 2025 menekan harga komoditas unggulan Indonesia. Harga batu bara telah turun menjadi 97 dollar AS per ton, tembaga anjlok 9%, crude palm oil (CPO) melemah di bawah 4.300 ringgit Malaysia per ton, dan nikel jatuh di bawah level psikologis 15.000 dollar AS per ton.
Penurunan harga komoditas ini dapat berdampak negatif pada pendapatan ekspor Indonesia dan kinerja perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tersebut.
Kekhawatiran The Fed
Sentimen ketiga berasal dari peringatan Federal Reserve (The Fed). Ketua The Fed Jerome Powell menyuarakan kekhawatiran atas perlambatan ekonomi dan lonjakan inflasi di AS. Hal ini meningkatkan potensi gejolak ekonomi global yang dapat memengaruhi pasar saham di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Antisipasi Pasar dan Proyeksi IHSG
Pasar saat ini tengah menanti arah IHSG pasca libur panjang. Dampak terbesar diperkirakan berasal dari kebijakan tarif AS. Support psikologis IHSG berada di level 6.000–6.100. Jika level ini breakdown, maka membuka peluang bearish yang berkepanjangan.
Negara-negara Asia yang memiliki ketergantungan ekspor tinggi ke AS, seperti Jepang dan Vietnam, telah menunjukkan respons negatif terhadap kebijakan tarif ini. Potensi panic selling di pasar saham Indonesia akan meningkat jika pemerintah tidak memberikan kepastian dan mengambil langkah-langkah strategis untuk menenangkan pasar.
Efek domino dari sentimen-sentimen ini dapat memengaruhi nilai tukar rupiah dan memperlambat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Nomura Asia bahkan telah memangkas proyeksi PDB Indonesia dari 4,9% menjadi 4,7% year-on-year setelah pengumuman tarif Trump.
Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump mencakup lebih dari 180 negara dan wilayah. Indonesia termasuk di antara negara-negara yang dikenakan tarif sebesar 32% dalam kebijakan yang disebut Trump sebagai "Hari Pembebasan". Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap ekonomi Indonesia dan pasar modal.
Daftar Komoditas yang Turun Harga
- Batu bara: 97 dollar AS per ton
- Tembaga: Anjlok 9%
- CPO: Di bawah 4.300 ringgit Malaysia per ton
- Nikel: Di bawah level psikologis 15.000 dollar AS per ton