Ketidakpastian Global Mendorong Rupiah Terperosok: Analisis Pengamat Ekonomi
Rupiah Tertekan Akibat Sentimen Negatif Global
Nilai tukar rupiah mengalami tekanan signifikan terhadap dolar AS, terpicu oleh serangkaian sentimen negatif yang meliputi kebijakan tarif Amerika Serikat (AS), data ekonomi AS yang kuat, dan eskalasi konflik geopolitik. Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, menyoroti bahwa respons negatif berbagai negara terhadap kebijakan tarif resiprokal AS menjadi faktor utama pelemahan mata uang Garuda ini.
"Pasar dihantui kekhawatiran mendalam tentang prospek ekonomi global yang memburuk akibat perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif AS," ujar Ariston. Kekhawatiran ini mendorong investor untuk menarik dana dari aset-aset berisiko dan beralih ke aset-aset yang dianggap lebih aman (safe haven).
Faktor-faktor Pemicu Pelemahan Rupiah:
- Kebijakan Tarif AS: Respons negatif global terhadap kebijakan tarif resiprokal AS memicu kekhawatiran akan perang dagang dan perlambatan ekonomi global. Hal ini mendorong investor untuk mencari safe haven, menjauhi aset berisiko seperti rupiah.
- Data Tenaga Kerja AS yang Positif: Rilis data tenaga kerja nonfarm payrolls AS yang lebih baik dari perkiraan memperkuat dolar AS, memberikan tekanan tambahan pada rupiah. Data yang kuat mengindikasikan ekonomi AS yang tangguh, mendorong ekspektasi kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve.
- Eskalasi Konflik Geopolitik: Meningkatnya ketegangan di berbagai belahan dunia, termasuk konflik di Timur Tengah (Israel-Gaza, AS-Yaman) dan Ukraina (Rusia-Ukraina), menambah sentimen negatif. Eskalasi konflik meningkatkan ketidakpastian global dan mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman.
Pada pembukaan perdagangan Senin pagi di Jakarta, rupiah dibuka melemah signifikan, terperosok 251 poin atau 1,51 persen menjadi Rp 16.904 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di Rp 16.653 per dolar AS. Pasar keuangan Indonesia masih menantikan arah kebijakan moneter dari Bank Indonesia.
Ariston menambahkan bahwa pasar saat ini tengah menanti perkembangan negosiasi terkait kebijakan tarif AS. Potensi pelunakan sikap dari Presiden AS Donald Trump dapat memberikan sentimen positif bagi aset-aset berisiko, termasuk rupiah. Namun, ketidakpastian masih membayangi, dan pergerakan rupiah akan sangat bergantung pada perkembangan situasi global.