Revisi UU Polri, Presiden Prabowo Tegaskan Kewenangan Harus Terukur dan Efektif

Revisi UU Polri: Prabowo Tekankan Kewenangan Terukur dan Efektif

Presiden Prabowo Subianto memberikan tanggapan terkait revisi Undang-Undang (UU) Polri yang tengah menjadi sorotan publik. Beliau menekankan pentingnya pemberian wewenang yang cukup kepada kepolisian untuk menjalankan tugasnya, namun dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan. Pernyataan ini disampaikan di tengah kekhawatiran masyarakat terkait potensi perluasan kewenangan Polri yang dinilai berlebihan dalam RUU yang sedang dibahas.

"Pada prinsipnya, polisi harus diberi wewenang yang cukup untuk melaksanakan tugasnya," ujar Presiden Prabowo. "Kalau dia sudah diberi wewenang cukup, ya kenapa harus ditambah? Jadi ini tinggal kita menilai secara arif gradasi itu." Hal ini menunjukkan komitmen Presiden untuk memastikan bahwa kepolisian memiliki sumber daya dan otoritas yang memadai untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tanpa memberikan ruang bagi tindakan yang melampaui batas.

Presiden Prabowo juga menyoroti beberapa aspek krusial yang menjadi fokus perhatian pemerintah dalam kinerja kepolisian, yakni pemberantasan narkoba dan penyelundupan. Beliau menegaskan bahwa keberhasilan kepolisian dalam menekan angka kejahatan ini akan menjadi tolok ukur utama dalam mengevaluasi kinerja mereka. Presiden juga menyoroti dampak negatif penyelundupan terhadap industri dalam negeri dan kesejahteraan masyarakat.

"Saya nanti akan menilai apakah penyelundupan narkoba berkurang, kedua, apakah penyelundupan barang-barang terlarang berkurang. Intinya itu yang saya sampaikan ke semua aparat penegak hukum," tegasnya. Presiden juga menekankan bahaya narkoba bagi generasi muda dan dampaknya terhadap masa depan bangsa. "Narkoba harus kita perangi, sangat berbahaya untuk anak-anak kita, cucu-cucu kita. It's very dangerous soal narkoba."

Kontroversi RUU Polri

RUU Polri saat ini menuai kritik dari berbagai pihak karena dianggap berpotensi memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada kepolisian. Beberapa poin krusial yang menjadi sorotan antara lain:

  • Kewenangan di Ruang Siber: RUU ini disebut-sebut memberikan kewenangan kepada Polri untuk menindak, memblokir, memutus, dan memperlambat akses ruang siber dengan alasan keamanan dalam negeri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi pembatasan kebebasan berekspresi dan penyalahgunaan wewenang untuk membungkam kritik.
  • Kewenangan Penyadapan: RUU ini juga diduga mengatur kewenangan penyadapan yang diberikan kepada Polri. Hal ini memicu perdebatan mengenai batasan dan pengawasan terhadap praktik penyadapan, serta potensi pelanggaran privasi warga negara.

Menanggapi kontroversi ini, Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa draf RUU Polri yang beredar saat ini bukanlah dokumen resmi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembahasan RUU masih dalam tahap awal dan terbuka untuk masukan dari berbagai pihak.

Harapan Masyarakat

Masyarakat berharap agar pembahasan RUU Polri dilakukan secara transparan dan partisipatif, dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil, akademisi, dan ahli hukum. Tujuannya adalah untuk menghasilkan UU yang benar-benar dapat meningkatkan kinerja kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tanpa mengorbankan hak-hak sipil dan kebebasan individu. Revisi UU Polri diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperkuat profesionalisme kepolisian, meningkatkan akuntabilitas, dan membangun kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.