KPK Minta Praperadilan Staf Hasto Dibatalkan, Dalih Pelimpahan Perkara

KPK Berupaya Gugurkan Gugatan Praperadilan Staf Hasto Terkait Penyitaan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk menghentikan proses praperadilan yang diajukan oleh Kusnadi, staf dari Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Permintaan ini disampaikan dalam sidang perdana praperadilan yang berlangsung di PN Jakarta Selatan pada hari Selasa, 8 April 2025.

Kepala Biro Hukum KPK, Iskandar Marwanto, menyatakan bahwa berdasarkan fakta hukum yang ada, tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan terhadap Kusnadi telah sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Hasto Kristiyanto. Lebih lanjut, Iskandar menjelaskan bahwa perkara tersebut telah dilimpahkan ke pengadilan, sehingga praperadilan yang diajukan oleh Kusnadi seharusnya gugur.

"Berdasarkan fakta-fakta hukum, upaya paksa yang dilakukan berupa penggeledahan dan penyitaan dilakukan sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Hasto Kristiyanto, di mana perkara tersebut telah dilimpahkan ke pengadilan," ujar Iskandar dalam persidangan.

Hakim Tunggal Samuel Ginting, yang memimpin persidangan, kemudian meminta klarifikasi terkait permintaan KPK tersebut. Hakim menanyakan apakah KPK meminta agar praperadilan dihentikan atau digugurkan.

Iskandar menegaskan bahwa pihaknya menginginkan agar permohonan praperadilan tersebut dinyatakan gugur, mengingat perkara pokoknya telah dilimpahkan ke pengadilan. Dengan kata lain, KPK berpendapat bahwa praperadilan menjadi tidak relevan setelah perkara pokoknya memasuki tahap persidangan.

Latar Belakang Gugatan Praperadilan

Gugatan praperadilan yang diajukan oleh Kusnadi teregister dengan nomor perkara 39/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL dan terkait dengan sah atau tidaknya penyitaan yang dilakukan oleh KPK. Sidang praperadilan ini awalnya dijadwalkan pada tanggal 24 Maret 2025, namun ditunda karena ketidakhadiran pihak KPK.

Gugatan ini merupakan buntut dari penggeledahan yang dilakukan terhadap Kusnadi di Gedung KPK pada tanggal 10 Juni 2024. Saat itu, Kusnadi mendampingi Hasto yang sedang menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku.

Dalam penggeledahan tersebut, penyidik KPK menyita sejumlah barang dari Kusnadi, termasuk tiga buah handphone, kartu ATM, dan buku catatan milik Hasto. Penyitaan ini kemudian memicu serangkaian upaya hukum dari pihak Kusnadi dan tim hukumnya.

Upaya Hukum yang Ditempuh Staf Hasto

Pasca-penyitaan, tim hukum Kusnadi melaporkan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada tanggal 11 Juni 2024. Mereka menuding Rossa melakukan pelanggaran prosedur dalam proses penyitaan.

Keesokan harinya, tanggal 12 Juni 2024, Kusnadi didampingi tim hukumnya melaporkan KPK ke Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Laporan ini didasari oleh keyakinan bahwa KPK telah melanggar HAM dengan menyita ponsel dan buku catatan Hasto.

Pada tanggal 13 Juni 2024, Kusnadi dan tim hukumnya juga mendatangi Gedung Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan penyidik KPK. Selain itu, Rossa Purbo Bekti kembali dilaporkan ke Dewas KPK pada tanggal 20 Juni 2024 atas dugaan pemalsuan surat atau dokumen penyitaan.

Tidak hanya itu, Kusnadi juga telah mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada tanggal 28 Juni 2024.

Dengan berbagai upaya hukum yang telah ditempuh, gugatan praperadilan ini menjadi salah satu cara yang ditempuh Kusnadi untuk mempertanyakan legalitas tindakan penyitaan yang dilakukan oleh KPK. Permintaan KPK agar praperadilan ini digugurkan menunjukkan bahwa lembaga antirasuah tersebut berupaya untuk mempertahankan tindakan penyitaan yang telah dilakukan.