Mantan Mendag Tom Lembong Didakwa Korupsi Impor Gula, Negara Rugi Rp 578 Miliar
Mantan Mendag Tom Lembong Didakwa Korupsi Impor Gula, Negara Rugi Rp 578 Miliar
Sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) membacakan dakwaan yang menyatakan Tom Lembong telah menyalahgunakan wewenang dengan menerbitkan izin impor gula meskipun stok gula dalam negeri saat itu tercatat mencukupi kebutuhan konsumsi.
Dakwaan tersebut berpusat pada keputusan impor gula yang dikeluarkan Tom Lembong pada tahun 2015. JPU memaparkan bukti berupa hasil Rapat Koordinasi antar Kementerian pada 12 Mei 2015. Rapat yang dihadiri Menko Perekonomian, Mendag, dan Menteri BUMN tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa stok gula konsumsi masih dalam kondisi aman dan impor tidak diperlukan. Kesimpulan rapat tersebut secara tegas menyatakan stok gula mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nasional dan tidak ada urgensi untuk melakukan impor. Bahkan, rapat tersebut merekomendasikan agar pabrik gula milik BUMN menyalurkan gula rafinasi ke industri makanan dan minuman, bukan langsung ke konsumen, sebagai langkah untuk mengoptimalkan distribusi gula di dalam negeri.
Lebih lanjut, JPU menekankan bahwa rapat tersebut juga membahas proyeksi defisit dan surplus komoditas pangan menjelang Ramadan dan Idul Fitri. Data yang dipaparkan menunjukkan surplus pada beras, gula pasir, minyak goreng, bawang merah, daging unggas, dan telur unggas. Sementara itu, komoditas seperti jagung, kedelai, daging sapi, dan cabai diproyeksikan mengalami defisit. Keberadaan surplus gula tersebut semakin memperkuat argumen bahwa impor gula tidaklah perlu dilakukan pada saat itu.
Ironisnya, meskipun telah ada kesimpulan resmi dari rapat koordinasi antar kementerian yang merekomendasikan penundaan impor gula, Tom Lembong, selaku Mendag, tetap menerbitkan sebanyak 21 persetujuan impor gula kristal mentah (GKM). Menurut JPU, tindakan Tom Lembong ini dilakukan tanpa melalui pembahasan lebih lanjut dalam rapat koordinasi antar kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Akibat tindakannya tersebut, negara mengalami kerugian keuangan negara sebesar Rp 578 miliar.
JPU mendakwa Tom Lembong melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sidang selanjutnya akan fokus pada pembuktian dakwaan dan keterangan saksi-saksi yang akan dihadirkan oleh kedua belah pihak.
JPU juga menjelaskan bahwa rapat tersebut menyimpulkan perlunya pemerintah memiliki stok gula nasional yang dikelola oleh Bulog atau PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Bahkan, rapat tersebut merekomendasikan agar izin impor gula ditunda selama tiga bulan ke depan, mengingat pabrik gula BUMN sedang melakukan proses penggilingan. Lebih jauh, JPU juga mencatat rekomendasi agar Menteri Perdagangan mengirimkan surat kepada kepala daerah untuk melakukan operasi pasar guna menjaga stabilitas harga gula di tingkat daerah.
Secara keseluruhan, dakwaan JPU menggambarkan adanya ketidaksesuaian antara keputusan rapat koordinasi antar kementerian dengan tindakan Tom Lembong sebagai Mendag. Sidang ini menjadi sorotan publik dan akan menjadi pengujian atas kewenangan dan tanggung jawab seorang menteri dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan impor yang berdampak signifikan pada perekonomian dan keuangan negara.