Kontroversi Revisi KUHAP: Pembatasan Peliputan Sidang Picu Polemik Kebebasan Pers
Kontroversi Revisi KUHAP: Pembatasan Peliputan Sidang Picu Polemik Kebebasan Pers
Revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tengah menjadi sorotan tajam, khususnya terkait pasal yang berpotensi mengekang kebebasan pers dalam meliput persidangan. Pasal 253 ayat (3) draf revisi KUHAP yang mengharuskan izin pengadilan untuk publikasi langsung proses persidangan, menuai kritik pedas dari kalangan jurnalis.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara tegas menentang pasal tersebut. Ketua AJI, Nany Afrida, menyatakan bahwa pembatasan akses media bertentangan dengan prinsip transparansi yang menjadi landasan kerja jurnalistik. Menurutnya, hak publik untuk mengetahui informasi terkait proses hukum, terutama yang menyangkut kepentingan umum seperti kasus korupsi, tidak boleh dibatasi.
"Pembatasan ini dapat menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat," tegas Nany Afrida di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
AJI berpendapat bahwa jurnalis memahami etika peliputan dan batasan-batasan yang ada. Karenanya, membuka akses seluas-luasnya bagi jurnalis untuk meliput persidangan adalah hal yang krusial.
Argumen Pro Pembatasan
Berseberangan dengan AJI, advokat Juniver Girsang mendukung pasal tersebut. Ia berpendapat bahwa siaran langsung persidangan dapat mengganggu keterangan saksi. Dalam RDPU bersama Komisi III DPR, ia menyatakan bahwa saksi dapat saling mempengaruhi atau meniru keterangan jika persidangan disiarkan secara langsung.
"Siaran langsung dapat menciptakan situasi yang tidak kondusif dan mengganggu jalannya persidangan," ujar Juniver Girsang.
Kendati demikian, Juniver Girsang menekankan bahwa izin siaran langsung tetap dapat diberikan oleh majelis hakim dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
Implikasi bagi Kebebasan Pers dan Hak Publik
Polemik revisi KUHAP ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang keseimbangan antara kebebasan pers, hak publik untuk mendapatkan informasi, dan kelancaran proses peradilan. Pembatasan yang berlebihan dapat menghambat peran pers sebagai watchdog atau pengawas kekuasaan, sementara peliputan yang tidak terkendali dapat mengganggu proses hukum dan merugikan pihak-pihak yang terlibat.
Revisi KUHAP ini masih menjadi perdebatan hangat di kalangan ahli hukum, jurnalis, dan masyarakat sipil. Diharapkan, pembahasan lebih lanjut dapat menghasilkan rumusan pasal yang adil dan proporsional, yang menjamin kebebasan pers tanpa mengorbankan integritas dan efektivitas sistem peradilan.
Poin-poin Krusial
- Pasal 253 ayat (3) draf revisi KUHAP mengharuskan izin pengadilan untuk publikasi langsung persidangan.
- AJI menentang pasal tersebut karena dianggap membatasi kebebasan pers dan hak publik.
- Juniver Girsang mendukung pasal tersebut untuk menjaga kelancaran persidangan dan mencegah pengaruh terhadap saksi.
- Polemik ini menyoroti keseimbangan antara kebebasan pers, hak publik, dan integritas peradilan.
- Revisi KUHAP masih dalam tahap pembahasan dan diharapkan menghasilkan rumusan yang adil.