Prabowo Akui Tanggung Jawab atas Kelemahan Komunikasi Pemerintah, Soroti Efektivitas Kantor Komunikasi Kepresidenan

Prabowo Hadapi Kritik Pedas Jurnalis Senior, Akui Tanggung Jawab Komunikasi

Presiden Prabowo Subianto mengambil alih tanggung jawab atas kelemahan komunikasi publik pemerintah, mengakui bahwa selama 150 hari masa jabatannya, kesalahan ada pada dirinya. Pengakuan ini disampaikan saat berdialog langsung dengan tujuh jurnalis senior di Hambalang, Jawa Barat, pada Minggu, 6 April 2025. Pertemuan ini menjadi sorotan karena terjadi di tengah keberadaan Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) yang memiliki enam juru bicara.

Para jurnalis yang hadir, termasuk Alfito Deannova (Pemred Detik.com), Lalu Mara Satriawangsa (Pemred TvOne), Uni Lubis (Pemred IDN Times), Najwa Shihab (Founder Narasi), Sutta Dharmasaputra (Pemred Harian Kompas), Retno Pinasti (Pemred SCTV-Indosiar), dan Valerina Daniel (News Anchor TVRI) sebagai moderator, tanpa henti melontarkan pertanyaan kritis selama lebih dari tiga jam. Prabowo, seorang diri, menghadapi pertanyaan-pertanyaan tajam tanpa didampingi para juru bicara PCO.

Kritik Terhadap Pernyataan Kontroversial Kepala PCO

Selain mengakui kelemahan komunikasi secara umum, Prabowo juga menanggapi pernyataan kontroversial Kepala PCO, Hasan Nasbi, terkait teror kepala babi yang dialamatkan kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica). Prabowo menilai ucapan Nasbi yang menyarankan agar kepala babi tersebut dimasak sebagai tindakan teledor dan keliru, serta menyatakan bahwa Nasbi mungkin menyesali perbuatannya.

Namun, pernyataan Prabowo ini tampaknya tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam sebuah siniar, Hasan Nasbi justru menyatakan tidak merasa perlu meminta maaf kepada Cica. Sikap ini menuai kritik karena dianggap arogan dan bertentangan dengan harapan Prabowo mengenai penyesalan atas 'blunder' komunikasi tersebut.

Pertanyaan atas Efektivitas PCO: Antara Persepsi dan Realita

Keberadaan PCO kembali menjadi sorotan. Dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2024, PCO bertugas memberikan dukungan kepada presiden dalam melaksanakan komunikasi dan informasi kebijakan strategis serta program prioritas. Namun, efektivitas PCO dalam meredam penolakan kebijakan pemerintah di berbagai daerah masih dipertanyakan.

Alih-alih mewujudkan strategi komunikasi yang komprehensif, PCO dinilai hanya menampilkan video-video pendek di media sosial yang berisi berita baik versi pemerintah. Pendekatan komunikasi satu arah ini dianggap kurang efektif dan gagal membangun dialog yang konstruktif dengan masyarakat. Ketidakhadiran PCO dalam sesi dialog antara Prabowo dan para jurnalis senior semakin memperkuat keraguan terhadap peran dan fungsinya.

Prabowo sendiri menyadari pentingnya persepsi dalam politik. Namun, PCO, yang seharusnya bertugas mengelola persepsi publik, justru absen dalam momen krusial tersebut. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai relevansi dan efisiensi PCO.

Meninjau Kembali Keberadaan PCO: Efisiensi dan Efektivitas

Mengingat pentingnya efisiensi dan relokasi sumber daya, Presiden Prabowo sebaiknya mempertimbangkan kembali keberadaan PCO. Dengan adanya juru bicara dan tim komunikasi di setiap kementerian/lembaga (K/L), alokasi sumber daya PCO dapat disalurkan secara lebih proporsional kepada mereka.

Penguatan komunikasi di tingkat K/L tanpa kehadiran PCO dianggap lebih masuk akal. Kekhawatiran justru muncul jika PCO hanya menambah kebingungan, kompleksitas birokrasi, dan potensi blunder komunikasi. Prabowo, yang telah melewati berbagai fase perkembangan karakter, diharapkan dapat mempertimbangkan saran ini sebagai bagian dari perjalanan kepemimpinannya.

Keputusan untuk meninjau kembali keberadaan PCO dapat menjadi langkah penting dalam meningkatkan efektivitas komunikasi pemerintah dan membangun kepercayaan publik yang lebih kuat.