Dilema Produktivitas: Antara Program Danantara dan Potensi Pekerja Migran Indonesia
Dilema Produktivitas: Antara Program Danantara dan Potensi Pekerja Migran Indonesia
Indonesia, dengan populasi yang besar dan surplus tenaga kerja, menghadapi dilema dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan rakyat. Di satu sisi, pemerintah meluncurkan Program Daya Anagata Nusantara (Danantara), sebuah program ambisius yang bertujuan menciptakan lapangan kerja melalui investasi besar dan sinergi BUMN-swasta. Namun, keberhasilan Danantara masih dipertanyakan, mengingat riwayat proyek-proyek besar yang kerap terbengkalai atau menjadi white elephant project. Tantangan lain yang dihadapi adalah kompleksitas birokrasi, kendala akses pendanaan bagi UMKM, serta ketimpangan infrastruktur yang menghambat digitalisasi ekonomi. Investasi infrastruktur, meskipun dimaksudkan untuk meningkatkan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi, seringkali menghadapi kendala implementasi yang signifikan.
Di sisi lain, terdapat potensi ekonomi yang nyata dan terabaikan: pekerja migran Indonesia. Remitansi yang mencapai Rp 251,1 triliun pada tahun 2023 membuktikan kontribusi signifikan mereka terhadap perekonomian nasional, yang langsung dirasakan masyarakat. Keberhasilan negara-negara lain seperti Korea Selatan, India, dan China dalam memanfaatkan diaspora mereka sebagai penggerak ekonomi menjadi pembelajaran berharga. Indonesia, dengan surplus tenaga kerja yang besar, seharusnya mampu meniru keberhasilan tersebut. Namun, realitanya, pekerja migran Indonesia menghadapi berbagai hambatan, mulai dari proses penempatan yang berbelit, regulasi yang tidak efisien, hingga minimnya perlindungan. Ironisnya, di dalam negeri, jutaan pencari kerja bersaing ketat untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang seringkali tidak memadai. Sementara itu, negara-negara maju justru mengalami defisit tenaga kerja di berbagai sektor.
Paradoks ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara potensi sumber daya manusia Indonesia dan kebijakan yang diterapkan. Pemerintah belum sepenuhnya menyadari bahwa populasi yang melimpah dapat menjadi aset berharga, bahkan lebih bernilai daripada sumber daya ekonomi lainnya. Negara seperti Filipina telah berhasil memanfaatkan potensi ini melalui sistem pelatihan yang terstruktur dan kebijakan ketenagakerjaan yang mendukung. Indonesia seharusnya mampu, bahkan lebih baik, dalam mengelola sumber daya manusia yang melimpah ini untuk merebut peluang di pasar kerja global. Namun, hambatan masih bertebaran, termasuk regulasi yang berbelit, terbatasnya akses pelatihan, dan minimnya perlindungan bagi pekerja migran.
Untuk mengatasi dilema ini, pemerintah perlu menerapkan strategi dua jalur: pertama, meningkatkan efektivitas program-program penciptaan lapangan kerja domestik seperti Danantara dengan mengatasi hambatan birokrasi dan memastikan implementasi yang efektif. Kedua, secara proaktif mempersiapkan tenaga kerja untuk pasar global dengan menyederhanakan regulasi, meningkatkan akses pelatihan, dan memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja migran. Pemerintah perlu menyeimbangkan visi jangka panjang dengan langkah-langkah pragmatis jangka pendek. Rakyat membutuhkan pekerjaan nyata, bukan hanya janji-janji proyek ambisius yang belum tentu terwujud. Pemanfaatan potensi pekerja migran sebagai solusi jangka pendek sembari memperbaiki sistem domestik menjadi langkah krusial untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Tantangan yang dihadapi:
- Implementasi program Danantara yang masih belum jelas.
- Kompleksitas birokrasi dan regulasi yang menghambat efisiensi.
- Kendala akses pendanaan dan teknologi bagi UMKM.
- Ketimpangan infrastruktur yang menghambat digitalisasi ekonomi.
- Proses penempatan pekerja migran yang berbelit dan minimnya perlindungan.
- Upah yang rendah dan persaingan ketat di pasar tenaga kerja domestik.
- Kurangnya pelatihan dan persiapan tenaga kerja untuk pasar global.