Residen Anestesi RSHS Diduga Lakukan Kekerasan Seksual, Kemenkes Berikan Sanksi Tegas
Kemenkes Jatuhkan Sanksi Tegas Terkait Dugaan Kekerasan Seksual di RSHS
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengambil tindakan tegas terkait laporan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang residen anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Sanksi berat telah dijatuhkan kepada terduga pelaku, menunjukkan komitmen Kemenkes dalam menindak segala bentuk pelanggaran etika dan hukum di lingkungan fasilitas kesehatan.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Azhar Jaya, mengonfirmasi bahwa residen tersebut dilarang melanjutkan pendidikan residensinya di RSHS seumur hidup. Selain itu, kasus ini dikembalikan ke Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) untuk penanganan lebih lanjut.
"Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad," jelas Azhar Jaya.
Tindakan ini diambil sebagai respons cepat terhadap laporan yang beredar luas di media sosial, khususnya melalui akun Instagram @ppdsgramm, yang mengungkap kronologi dugaan kekerasan seksual tersebut. Kasus ini bermula ketika ayah korban dirawat di ICU dan membutuhkan transfusi darah sebelum operasi.
Kronologi Kejadian
Berikut adalah kronologi kejadian berdasarkan informasi yang beredar:
- Penawaran Cross Match: Terduga pelaku menawarkan diri untuk melakukan cross match atau uji kecocokan darah antara korban (anak pasien) sebagai pendonor dan ayahnya sebagai penerima.
- Prosedur di Lantai 7: Korban dibawa ke lantai 7 gedung baru RSHS, yang saat itu dalam kondisi sepi. Korban diminta mengenakan baju pasien dan dipasangkan akses IV (intravena).
- Pemberian Obat Bius: Diduga, korban tidak sepenuhnya memahami prosedur yang dijalani dan mengikuti arahan dokter. Obat bius kemudian diberikan.
- Dugaan Kekerasan Seksual: Menurut informasi yang beredar, kejadian terjadi tengah malam. Korban baru sadar sekitar pukul 04.00 pagi dan merasakan sakit tidak hanya di bekas akses IV, tetapi juga di area kemaluannya.
- Visum dan Bukti: Korban kemudian melakukan visum di dokter spesialis obstetri dan ginekologi (SpOG), yang menemukan adanya bekas sperma.
Kemenkes menekankan bahwa tindakan residen tersebut, jika terbukti benar, merupakan pelanggaran serius terhadap etika kedokteran dan hukum. Sanksi yang diberikan diharapkan menjadi peringatan bagi seluruh tenaga kesehatan untuk selalu menjunjung tinggi profesionalisme dan menjaga kepercayaan pasien.
FK Unpad memiliki wewenang untuk menentukan hukuman lebih lanjut terhadap residen yang bersangkutan, sesuai dengan kode etik dan peraturan yang berlaku di lingkungan universitas.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan memicu diskusi mengenai perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap proses pendidikan dokter spesialis, serta pentingnya mekanisme pelaporan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan rumah sakit.
- Akses IV: Jalur intravena untuk memasukkan obat atau cairan langsung ke pembuluh darah.
- Cross Match: Uji kecocokan darah antara pendonor dan penerima transfusi.
Kemenkes berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan memastikan keamanan pasien di seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia. Penanganan kasus ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.