Kebijakan Tarif Balasan Trump Mengguncang Pasar Global: Ancaman Resesi dan Reaksi Negara-Negara

Gelombang Tarif Balasan Trump Guncang Ekonomi Global

Kebijakan tarif balasan atau resiprokal yang digagas oleh Presiden AS Donald Trump mulai berlaku hari ini, Rabu (9/4/2025), memicu gejolak di pasar keuangan global dan meningkatkan kekhawatiran akan resesi. Langkah ini, yang mencakup bea masuk hingga 104% untuk produk-produk tertentu dari China, diberlakukan meskipun perundingan dengan sejumlah negara masih berlangsung.

Dampak Langsung ke Pasar Saham dan Mata Uang

Sejak pengumuman tarif ini seminggu lalu, indeks S&P 500 telah kehilangan nilai hampir US$6 triliun, menandai penurunan empat hari terburuk sejak tahun 1950-an. Indeks tersebut kini mendekati zona bear market, yang didefinisikan sebagai penurunan 20% dari level tertinggi baru-baru ini.

Aksi jual saham meluas ke pasar Asia, dengan Nikkei Jepang (.N225) merosot lebih dari 3%. Mata uang won Korea Selatan juga mengalami depresiasi ke level terendah dalam lebih dari 16 tahun. Kontrak futures saham AS mengindikasikan kerugian beruntun selama lima hari di Wall Street.

Sinyal Campur Aduk dari Gedung Putih

Presiden Trump memberikan sinyal yang bertentangan kepada investor mengenai durasi penerapan tarif ini. Di satu sisi, ia mengindikasikan bahwa tarif ini bersifat permanen. Di sisi lain, ia mengklaim bahwa kebijakan ini memaksa para pemimpin negara lain untuk bernegosiasi.

"Kami memiliki banyak negara yang ingin membuat kesepakatan," kata Trump dalam sebuah acara di Gedung Putih, Selasa sore. Ia juga menyatakan harapan bahwa China akan segera berupaya mencapai kesepakatan.

Respon dan Reaksi Negara-Negara

Pemerintahan Trump telah menjadwalkan pembicaraan dengan Korea Selatan dan Jepang, dua sekutu dekat dan mitra dagang utama. Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni juga dijadwalkan berkunjung minggu depan. Selain itu, Wakil Perdana Menteri Vietnam akan berdiskusi dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengenai tarif resiprokal sebesar 46% yang dikenakan pada produk-produk dari pusat manufaktur Asia berbiaya rendah.

Trump juga hampir menggandakan bea masuk atas impor China menjadi 104%, sebagai tanggapan atas tarif balasan yang diumumkan oleh Beijing minggu lalu.

China telah berjanji untuk melawan apa yang dianggapnya sebagai pemerasan. Perusahaan pialang terkemuka di China telah berjanji untuk bekerja sama dalam menstabilkan harga saham domestik sebagai respons terhadap kekacauan yang disebabkan oleh tarif.

Dampak pada Konsumen dan Sentimen Publik

Para ekonom memperingatkan bahwa konsumen AS kemungkinan akan menghadapi harga yang lebih tinggi untuk berbagai produk, mulai dari sepatu kets hingga anggur, sebagai akibat dari perang dagang ini. Jajak pendapat Reuters/Ipsos terbaru menunjukkan bahwa hampir tiga perempat warga Amerika memperkirakan harga barang sehari-hari akan naik dalam enam bulan ke depan.

Tarif 10% untuk semua impor dari banyak negara telah mulai berlaku pada hari Sabtu lalu. Putaran bea masuk terbaru ini mulai berlaku pada pukul 12:01 dini hari ET (0401 GMT), menargetkan negara-negara yang dituduh Trump telah 'merampok' AS. Daftar tersebut mencakup sekutu dekat Amerika Serikat, termasuk Uni Eropa, yang dikenakan tarif sebesar 20%.

Trump menyatakan bahwa tarif ini merupakan respons terhadap hambatan yang diberlakukan pada barang-barang AS yang telah menghambat bisnis Amerika. Ia juga menuduh negara-negara, termasuk Jepang, mendevaluasi mata uang mereka untuk mendapatkan keuntungan perdagangan, tuduhan yang dibantah oleh Tokyo.

Potensi Dampak Jangka Panjang

Dampak penuh dari penerapan tarif ini mungkin baru akan terasa dalam beberapa waktu mendatang. Barang-barang yang sudah dalam perjalanan sebelum tengah malam akan dibebaskan dari pungutan baru selama tiba di AS sebelum 27 Mei. Namun, kekhawatiran akan inflasi dan potensi resesi terus membayangi ekonomi global seiring dengan berlanjutnya perang dagang ini.

Negara-negara yang terdampak tarif balasan Trump:

  • China
  • Korea Selatan
  • Jepang
  • Vietnam
  • Uni Eropa

Produk-produk yang berpotensi terdampak:

  • Sepatu kets
  • Anggur
  • Produk manufaktur Asia berbiaya rendah
  • Barang-barang impor lainnya