Danantara: Harapan Menuju Indonesia Emas 2045 di Tengah Tantangan Global
Danantara: Harapan Menuju Indonesia Emas 2045 di Tengah Tantangan Global
Visi Indonesia Emas 2045, dengan target PDB per kapita mencapai US$ 25.000 atau lebih, merupakan cita-cita yang telah lama dikumandangkan. Namun, perjalanan menuju kemakmuran tersebut penuh tantangan. Pengalaman krisis ekonomi 1997-1998 menjadi pelajaran berharga, di mana PDB per kapita Indonesia anjlok dari US$ 1.129 pada tahun 1996 menjadi US$ 459 pada tahun 1998. Saat itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi penopang utama perekonomian nasional yang tengah terpuruk. Peran BUMN dalam masa krisis ini menggarisbawahi pentingnya peran sektor ini dalam pembangunan ekonomi nasional.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang optimistis, meskipun diiringi beragam skenario, menunjukkan perlunya strategi jitu untuk mencapai target Indonesia Emas. Meskipun bonus demografi memberikan potensi besar, pertumbuhan ekonomi yang konsisten di angka tinggi menjadi kunci keberhasilan. Terlebih lagi, ketergantungan pada konsumsi masyarakat yang tinggi, dengan daya nilai tambah terbatas, mengharuskan Indonesia untuk fokus pada peningkatan investasi dan ekspor. Defisit transaksi berjalan yang meningkat menjadi indikator penting yang perlu diatasi untuk menunjang stabilitas ekonomi makro.
Tantangan dan Solusi: Kelahiran Danantara
Dalam konteks tantangan global yang ditandai dengan paceklik modal dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, Pemerintah Indonesia berupaya menghadirkan solusi inovatif melalui pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. UU No. 1/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 19/2003 tentang BUMN dan PP No. 10/2025 tentang Ortala BPI Daya Anagaata Nusantara menjadi landasan hukum bagi keberadaan Danantara. Konsep ini, yang telah diutarakan sejak akhir 1980-an, mengadopsi dan mengembangkan gagasan pengelolaan aset BUMN secara terkonsolidasi, menyerupai model yang diterapkan oleh negara-negara lain seperti Malaysia (Khazanah Bhd) dan Singapura (Temasek Holdings).
Danantara, yang akan mengelola aset BUMN mencapai lebih dari US$ 900 miliar, menargetkan pembiayaan proyek-proyek strategis nasional di sektor energi terbarukan, industri hilir, manufaktur canggih, dan produksi pangan. Namun, konsolidasi aset BUMN dalam satu entitas tunggal ini menimbulkan kecemasan. Kekhawatiran ini berpusat pada potensi risiko yang tinggi, terutama jika Danantara berfokus pada proyek-proyek greenfield (proyek baru) yang memerlukan waktu panjang untuk menghasilkan return dan potensi masalah governance.
Risiko dan Strategi Mitigasi
Pengalaman negara lain seperti Malaysia yang pernah menghadapi permasalahan dengan Sovereign Wealth Fund (SWF) menjadi pengingat akan pentingnya good governance dan transparency dalam pengelolaan Danantara. Ketiadaan wewenang lembaga auditor negara untuk memeriksa Danantara juga menimbulkan pertanyaan mengenai akuntabilitas dan transparansi pengelolaan aset negara yang sangat besar ini. Oleh karena itu, diperlukan strategi mitigasi risiko yang komprehensif. Hal ini mencakup:
- Penguatan Tata Kelola: Memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan aset. Keterlibatan komite pengawas independen yang kredibel dan bebas dari pengaruh politik sangat diperlukan.
- Membangun Kepercayaan Pasar: Membangun kepercayaan investor baik domestik maupun internasional melalui pengelolaan yang profesional dan transparan.
- Diversifikasi Portofolio Investasi: Mengurangi risiko dengan diversifikasi portofolio investasi, menghindari konsentrasi pada satu sektor atau jenis proyek.
- Perencanaan Strategis yang Matang: Melakukan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan berbagai skenario, termasuk skenario terburuk, serta memperhatikan aspek keberlanjutan.
Kesimpulannya, Danantara merupakan instrumen strategis dalam upaya mencapai Indonesia Emas 2045. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada implementasi strategi yang tepat dan mitigasi risiko yang efektif. Kepercayaan publik dan tata kelola yang baik menjadi kunci utama dalam mewujudkan harapan besar ini.