Goyahnya Kepercayaan Publik: Skandal di Bank DKI dan BJB Menguak Tata Kelola yang Buruk
Kepercayaan yang Terkoyak: Skandal di Bank DKI dan BJB Mengguncang Dunia Perbankan Daerah
Lembaga perbankan daerah, yang seharusnya menjadi pilar kepercayaan masyarakat dan motor penggerak ekonomi lokal, kini justru menjadi sorotan tajam. Dua nama besar, Bank DKI dan Bank BJB, terjerat masalah serius yang menggerogoti kepercayaan publik dan mempertanyakan tata kelola yang selama ini diagung-agungkan.
Di tengah gegap gempita digitalisasi, Bank DKI, kebanggaan warga Jakarta, justru mengalami kelumpuhan sistem yang melumpuhkan layanan perbankan. Transfer gagal, aplikasi JakOne Mobile tak bisa diakses, ATM pun ikut bermasalah. Nasabah panik, bertanya-tanya tentang keberadaan dana mereka di saat yang genting, menjelang Hari Raya Idul Fitri. Insiden ini bukan sekadar gangguan teknis biasa, melainkan sinyal bahaya atas lemahnya manajemen risiko teknologi informasi (IT) di lembaga keuangan sebesar Bank DKI. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, turun tangan, mencopot Direktur Teknologi dan Operasional, Amirul Wicaksono, dan memerintahkan audit menyeluruh. Ancaman jalur hukum pun dilayangkan jika ditemukan indikasi pidana. Kerusakan kepercayaan yang ditimbulkan sangatlah besar, dan memulihkannya akan membutuhkan upaya yang ekstra keras.
Sementara itu, di Jawa Barat, Bank BJB menghadapi badai yang tak kalah dahsyat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan korupsi dalam pengadaan iklan senilai Rp 409 miliar selama periode 2021-2023. Dari jumlah tersebut, Rp 222 miliar diduga diselewengkan. Mantan Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, beserta sejumlah pihak lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Aset senilai Rp 70 miliar disita, membuka tabir praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dan mencoreng citra perbankan daerah.
Akuntabilitas yang Dipertanyakan
Kedua kasus ini menyoroti permasalahan mendasar: buruknya akuntabilitas dan lemahnya pengawasan. Bank DKI gagal memberikan layanan dasar kepada nasabah, sementara Bank BJB gagal menjaga integritas internalnya. Kedua bank, yang seharusnya menjadi representasi negara di daerah, justru mengecewakan harapan publik.
Bank daerah memiliki peran penting dalam memberikan akses keuangan di wilayah-wilayah yang kurang terjangkau oleh bank swasta. Mereka juga berperan dalam mendukung sektor-sektor ekonomi yang kurang komersial namun memiliki dampak sosial yang besar. Namun, semua itu menjadi tidak berarti jika kepercayaan publik dikhianati.
Kasus Bank DKI dan BJB menjadi pengingat keras bahwa tanpa pengawasan yang ketat dan budaya integritas yang kuat, bank daerah rentan menjadi lahan subur bagi praktik korupsi dan ketidakbecusan. Dewan Pengawas, pemerintah daerah sebagai pemegang saham pengendali, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan pengawas perbankan, harus lebih proaktif dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Pembenahan yang Mendesak
Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta telah mengambil langkah-langkah untuk mengevaluasi struktur Bank DKI. Gubernur Jawa Barat juga didesak untuk bersikap terbuka dan melakukan pembenahan menyeluruh di Bank BJB. Langkah-langkah ini harus dilakukan secara sistemik dan transparan, bukan hanya sekadar pencitraan.
Bank daerah tidak boleh dikelola secara "feodal" oleh segelintir elite. Transparansi harus ditingkatkan, audit publik harus diakses oleh masyarakat, dan pengawasan harus diperketat. Bank adalah tempat menyimpan kepercayaan, dan kepercayaan yang hilang sulit untuk dikembalikan.
KPK harus memperluas penyelidikan ke bank-bank daerah lainnya untuk mengungkap potensi praktik korupsi serupa. Pengadaan sistem IT, pengiklanan, sponsorship, dan alokasi CSR adalah area-area yang rentan disalahgunakan.
Investigasi terhadap gangguan sistem di Bank DKI harus dilakukan secara transparan. Jika ada unsur kelalaian atau sabotase, harus ada sanksi yang tegas. Akuntabilitas menyeluruh harus ditegakkan.
Kepercayaan publik dibangun melalui pelayanan yang tulus, integritas yang nyata, dan tanggung jawab yang konsisten. Bank DKI dan BJB harus mengembalikan prinsip dasar perbankan: trust. Mereka harus membuktikan bahwa uang nasabah aman dan dikelola dengan baik, bukan dijadikan alat untuk memperkaya kelompok tertentu.
Skandal di Bank DKI dan BJB adalah luka yang menyayat dunia perbankan daerah. Luka ini harus menjadi momentum untuk melakukan reformasi tata kelola yang komprehensif, sehingga bank daerah dapat kembali menjadi pilar kepercayaan masyarakat dan motor penggerak ekonomi lokal yang handal.
- Pemerintah daerah, OJK, dan masyarakat harus bersatu untuk memastikan bahwa bank daerah dikelola dengan akal sehat, etika, dan keberanian moral.