Eskalasi Perdagangan: China Perketat Ekspor Tanah Jarang, Industri Pertahanan AS di Ujung Tanduk?

Eskalasi Perdagangan: China Perketat Ekspor Tanah Jarang, Industri Pertahanan AS di Ujung Tanduk?

Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Beijing mengambil langkah signifikan dengan memperketat ekspor tanah jarang, mineral penting yang krusial bagi berbagai industri, termasuk pertahanan. Kebijakan ini dipicu oleh tarif yang dikenakan AS terhadap produk-produk China, memicu aksi balasan yang berpotensi mengguncang rantai pasokan global.

Langkah ini, menurut sumber-sumber industri, menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan produsen kedirgantaraan AS. Mereka sangat bergantung pada China sebagai pemasok utama tanah jarang untuk komponen-komponen vital dalam sistem avionik. Pembatasan ini bukan hanya sekadar tindakan ekonomi, tetapi juga sinyal kuat dari Beijing mengenai pengaruhnya dalam pasar global.

Dampak Luas Pembatasan Ekspor

Keputusan China untuk membatasi ekspor mencakup berbagai mineral tambang, magnet permanen, dan produk jadi lainnya. Langkah ini diumumkan hanya beberapa minggu setelah pengumuman kontrak pengembangan jet tempur F-47 oleh Trump yang diharapkan akan menggantikan F-22 Raptor sebagai tulang punggung armada Angkatan Udara AS. Konteks waktu ini menambah dimensi strategis pada kebijakan tersebut.

China menguasai sekitar 90% produksi tanah jarang dunia. Kelompok ini terdiri dari 17 elemen yang sangat penting dalam industri pertahanan, kendaraan listrik, energi terbarukan, dan elektronik. Dominasi ini menjadikan China sebagai pemain kunci dalam rantai pasokan global, dan pembatasan ekspor berpotensi menciptakan gangguan signifikan.

Layanan Riset Kongres AS (Congressional Research Service) melaporkan bahwa sekitar 5% penggunaan tanah jarang di AS dialokasikan untuk aplikasi pertahanan. Meskipun persentasenya relatif kecil, implikasinya sangat besar mengingat peran kritis mineral-mineral ini dalam teknologi militer canggih.

Sebagai contoh, jet tempur siluman F-35 buatan Lockheed Martin membutuhkan sekitar 417 kg tanah jarang per pesawat. Mineral-mineral ini digunakan dalam sistem peperangan elektronik, radar penargetan, dan motor listrik untuk kemudi pesawat. Pembatasan ekspor dari China dapat menghambat produksi dan pemeliharaan pesawat-pesawat ini, yang merupakan aset penting bagi pertahanan AS.

Jenis Tanah Jarang yang Dibatasi

Kementerian Perdagangan China mengumumkan pembatasan pada tujuh kategori tanah jarang sedang dan berat, termasuk samarium, gadolinium, terbium, disprosium, lutetium, skandium, dan barang-barang terkait yttrium. Media pemerintah, Global Times, juga melaporkan kontrol ekspor pada komoditas terkait tungsten, telurium, bismut, molibdenum, dan indium.

Yttrium sangat penting untuk pelapis mesin jet suhu tinggi, sistem radar frekuensi tinggi, dan laser presisi. Selain itu, digunakan dalam lapisan penghalang termal pada bilah turbin untuk mencegah mesin pesawat meleleh saat beroperasi.

Ketergantungan Industri Pertahanan pada Tanah Jarang

Pesawat siluman seperti F-47 sangat bergantung pada elemen tanah jarang seperti neodymium, praseodymium, dysprosium, dan terbium untuk magnet dan sistem radar kinerja tinggi. Logam seperti titanium, tungsten, dan niobium juga penting untuk kekuatan struktural, ketahanan panas, dan fitur siluman.

Berikut adalah daftar penggunaan tanah jarang dalam industri pertahanan:

  • Neodymium, Praseodymium, Dysprosium, Terbium: Magnet dan sistem radar kinerja tinggi.
  • Yttrium: Pelapis mesin jet suhu tinggi, sistem radar frekuensi tinggi, laser presisi, lapisan penghalang termal pada bilah turbin.
  • Samarium, Gadolinium, Lutetium, Scandium: Komponen elektronik dan aplikasi khusus lainnya.
  • Titanium, Tungsten, Niobium: Kekuatan struktural, ketahanan panas, fitur siluman.

Langkah China ini menyoroti kerentanan rantai pasokan global dan ketergantungan negara-negara Barat pada China untuk mineral-mineral penting. Implikasi jangka panjang dari pembatasan ekspor ini masih belum jelas, tetapi diperkirakan akan memicu upaya untuk diversifikasi sumber pasokan dan pengembangan teknologi alternatif.