Gunung Tiong Kandang Ditutup Akibat Ulah Pendaki Tak Bertanggung Jawab: Sampah dan Pelanggaran Norma Jadi Pemicu
Penutupan Sementara Gunung Tiong Kandang: Konservasi dan Penghormatan Kearifan Lokal Diutamakan
Gunung Tiong Kandang, sebuah destinasi pendakian populer di Desa Temiang Mali dan Desa Tae, Kecamatan Balai, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, resmi ditutup untuk umum mulai tanggal 8 April 2025. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap perilaku sejumlah pendaki yang tidak bertanggung jawab, yang tidak hanya meninggalkan sampah tetapi juga mengabaikan norma-norma budaya dan kearifan lokal yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Kepala Desa Temiang Mali, Arpin, mengumumkan penutupan sementara ini melalui surat edaran resmi. Beliau menyatakan bahwa langkah ini diperlukan untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan memulihkan kondisi lingkungan Gunung Tiong Kandang, yang telah tercemar oleh sampah yang menumpuk akibat ulah pendaki yang tidak bertanggung jawab. Ketinggian Gunung Tiong Kandang adalah 980 meter di atas permukaan laut (MDPL).
"Penutupan sementara ini merupakan bentuk keprihatinan kami terhadap kelestarian lingkungan dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun," ujar Arpin saat dihubungi oleh detikKalimantan pada Kamis, 10 April 2025. "Kami berharap, dengan penutupan ini, kesadaran para pendaki akan pentingnya menjaga kebersihan dan menghormati tradisi lokal dapat meningkat."
Pelanggaran Norma dan Dampak Lingkungan
Arpin menjelaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap norma-norma budaya merupakan salah satu faktor utama yang mendorong penutupan Gunung Tiong Kandang. Masyarakat Dusun Mangkit, yang sangat menghormati Gunung Tiong Kandang sebagai tempat yang keramat, memiliki sejumlah larangan dan pantangan yang harus dipatuhi oleh setiap pengunjung. Sayangnya, banyak pendaki yang mengabaikan aturan ini, termasuk membuang sampah sembarangan.
"Dulu, tidak diperbolehkan membawa makanan dan minuman ke puncak Gunung Tiong Kandang, yang dikenal sebagai Tilam Mangkubumi. Tempat ini dianggap sakral, namun kini kondisinya sangat memprihatinkan karena dipenuhi sampah," keluh Arpin. "Banyak pendaki milenial yang tidak mengindahkan larangan dan pantangan yang berlaku."
Selain itu, Arpin juga menyoroti vandalisme yang terjadi di Batu Pengasih, sebuah lokasi yang diyakini sebagai tempat yang sakral untuk memanjatkan doa. "Banyak pengunjung yang mencoret-coret nama mereka di Batu Pengasih, padahal tempat ini sangat dihormati oleh masyarakat setempat," ungkapnya.
Upaya Pemulihan dan Penataan Ulang
Pemerintah Desa Temiang Mali berencana untuk memanfaatkan masa penutupan ini untuk melakukan pembersihan dan penataan ulang kawasan Gunung Tiong Kandang. Mereka juga akan menyusun peraturan desa (Perdes) yang lebih ketat mengenai pengelolaan objek wisata ini, serta melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam pengelolaannya.
"Kami ingin menata ulang kedisiplinan para pengunjung," kata Arpin. "Dalam waktu dekat, kami akan melaksanakan program penanaman pohon durian montong dan musang king di Gunung Tiong Kandang, dengan dukungan dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)."
Himbauan Pencinta Alam
Tri Pandito Bowo, seorang pencinta alam, turut menyuarakan kekecewaannya terhadap perilaku pendaki yang tidak bertanggung jawab. Ia mengimbau kepada seluruh pendaki untuk selalu membawa turun sampah mereka dan membuangnya pada tempat yang telah disediakan.
"Jangan hanya mengisi galeri foto dengan pemandangan yang indah, tetapi juga berkontribusi untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan Gunung Tiong Kandang," pesannya.
Penutupan sementara Gunung Tiong Kandang diharapkan dapat menjadi momentum bagi seluruh pihak untuk lebih peduli terhadap kelestarian lingkungan dan menghormati kearifan lokal. Dengan kerjasama dan kesadaran dari semua pihak, Gunung Tiong Kandang dapat kembali menjadi destinasi wisata yang lestari dan berkelanjutan.