Kasus Korupsi Pertamina: Jaksa Agung Tegaskan 'Blending' BBM Bukan Kebijakan Perusahaan
Kasus Korupsi Pertamina: Jaksa Agung Tegaskan 'Blending' BBM Bukan Kebijakan Perusahaan
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memberikan klarifikasi terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, sub-holding, dan kontraktor kontrak kerja sama periode 2018-2023. Ia menegaskan bahwa praktik pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM), yang melibatkan pencampuran RON 92 dengan RON 88 atau 90, bukan merupakan kebijakan resmi PT Pertamina. Perbuatan tersebut, menurut Jaksa Agung, merupakan tindakan oknum yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini tengah menjalani proses hukum.
Burhanuddin memaparkan kronologi temuan fakta hukum terkait pengoplosan BBM tersebut. Dalam keterangannya di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6 Maret 2025), ia menjelaskan bahwa investigasi menemukan adanya pembelian dan pembayaran BBM RON 92 oleh Pertamina Patra Niaga, namun yang diterima justru BBM dengan oktan lebih rendah, yaitu RON 88 atau 90. BBM tersebut kemudian disimpan di depo milik PT Orbit Terminal Merak sebelum dilakukan proses 'blending' dan didistribusikan ke pasaran. Penyelidikan yang dilakukan secara intensif mengungkap bahwa tindakan ini dilakukan oleh sekelompok kecil oknum di dalam perusahaan, dan sama sekali tidak mencerminkan kebijakan manajemen Pertamina.
"Kami tekankan bahwa tindakan pengoplosan BBM ini adalah perbuatan segelintir oknum yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan," tegas Burhanuddin. "Perbuatan ini tidak ada kaitannya dengan kebijakan resmi yang diterapkan PT Pertamina. Penyidikan kasus ini merupakan bentuk sinergitas dan kolaborasi antara Kejaksaan Agung dan PT Pertamina dalam rangka membersihkan BUMN dari anasir-anasir negatif dan mendorong terciptanya good governance di dalam perusahaan." Langkah tegas ini, lanjut Burhanuddin, merupakan bagian dari upaya membangun Pertamina yang lebih baik dan transparan, serta mendukung program pemerintah dalam menciptakan tata kelola yang bersih dan akuntabel.
Jaksa Agung juga memastikan bahwa proses penyidikan kasus ini dilakukan secara independen dan bebas dari intervensi pihak manapun. "Tidak ada intervensi dari pihak manapun dalam penanganan perkara ini," tegasnya. "Ini murni penegakan hukum dalam rangka mendukung cita-cita pemerintahan menuju Indonesia 2045."
Sebanyak sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Enam di antaranya merupakan petinggi di sub-holding PT Pertamina, sedangkan tiga lainnya berasal dari pihak swasta. Berikut daftar para tersangka:
- RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- YF, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping
- AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International
- MKAR, Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa
- DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim
- GRJ, Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak
- MK, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga
- EC, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga
Proses hukum terhadap para tersangka ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi langkah penting dalam perbaikan tata kelola di PT Pertamina, sekaligus memperkuat komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di lingkungan BUMN.