Kasus Kekerasan Seksual Oknum PPDS: Ancaman Serius bagi Kepercayaan Publik Terhadap Profesi Kedokteran

Kasus Kekerasan Seksual oleh Oknum PPDS Unpad Mengguncang Dunia Kesehatan

Kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah Pratama, terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, telah memicu gelombang keprihatinan dan kekecewaan di kalangan masyarakat. Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi dunia kesehatan Indonesia, yang selama ini diharapkan menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat.

Anggota Komisi IX DPR, Alifudin, dalam keterangan tertulisnya, menyampaikan keprihatinannya atas kasus ini. Ia menilai bahwa insiden ini merupakan indikasi lemahnya pengawasan terhadap tenaga medis, terutama mereka yang sedang menjalani pendidikan spesialis. Kasus ini bukan yang pertama kali terjadi, sebelumnya juga mencuat kasus serupa yang melibatkan mahasiswi PPDS Anestesi di Universitas Diponegoro, Semarang. Rangkaian kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai sistem pengawasan dan pembinaan yang diterapkan di lingkungan pendidikan kedokteran.

Alifudin menekankan bahwa tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh tenaga medis, apalagi yang sedang menempuh pendidikan, merupakan pelanggaran berat terhadap etika profesi dan hukum yang berlaku. Tindakan ini tidak hanya merugikan korban secara fisik dan psikologis, tetapi juga merusak citra profesi kedokteran secara keseluruhan. Kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya dapat terkikis jika kasus-kasus seperti ini terus terjadi tanpa adanya penanganan yang tegas dan transparan.

Perlunya Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum

Menanggapi kasus ini, Alifudin mendesak pihak kepolisian dan lembaga terkait untuk segera mengusut tuntas kasus ini, termasuk dugaan adanya tindakan perundungan yang mungkin terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran. Ia juga menekankan pentingnya penguatan pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ketat bagi dokter dalam melakukan tindakan medis, termasuk SOP dalam penanganan pasien dan interaksi dengan keluarga pasien. SOP yang jelas dan tegas diharapkan dapat meminimalisir potensi terjadinya tindakan yang tidak profesional dan melanggar hukum.

Selain itu, Alifudin juga menyerukan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan kedokteran, termasuk kurikulum, metode pengajaran, dan sistem pengawasan. Ia menekankan bahwa pendidikan kedokteran tidak hanya fokus pada aspek teknis dan medis, tetapi juga pada pembentukan karakter dan etika profesi yang kuat. Calon dokter harus dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang hak-hak pasien, pentingnya menjaga martabat pasien, dan konsekuensi hukum dari tindakan yang melanggar etika profesi.

Priguna Anugerah Pratama, pelaku dugaan kekerasan seksual, kini menghadapi ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara sesuai dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pasal ini mengatur tentang penyalahgunaan kedudukan dan wewenang untuk melakukan kekerasan seksual. Proses hukum terhadap Priguna diharapkan dapat berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

Daftar Poin-Poin Penting:

  • Kasus kekerasan seksual oleh oknum PPDS Anestesi Unpad.
  • Korban adalah keluarga pasien di RSHS Bandung.
  • Desakan pengusutan tuntas oleh Komisi IX DPR.
  • Indikasi lemahnya pengawasan terhadap tenaga medis.
  • Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara sesuai UU TPKS.
  • Perlunya penguatan SOP dan evaluasi sistem pendidikan kedokteran.
  • Dampak terhadap kepercayaan publik pada profesi kedokteran.