Ekonom: Fundamental Ekonomi Indonesia Lebih Kokoh Dibanding Krisis 1998, Masyarakat Tak Perlu Resah
Ekonomi Indonesia Lebih Resilien Dibanding Krisis 1998
Kekhawatiran akan potensi krisis ekonomi, seiring dengan fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, mencuat di kalangan masyarakat. Namun, ekonom senior Chatib Basri memberikan pandangan yang menenangkan, dengan menyatakan bahwa fundamental ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kuat dibandingkan saat krisis moneter 1998.
Dalam sebuah diskusi publik yang disiarkan oleh Kompas TV, Chatib Basri menjelaskan perbedaan signifikan antara kondisi ekonomi saat ini dengan tahun 1998. Salah satu perbedaan mendasar terletak pada tingkat suku bunga dan inflasi. Pada tahun 1998, suku bunga domestik sangat tinggi sementara pinjaman dari luar negeri jauh lebih murah, mendorong perusahaan untuk meminjam dalam Dolar AS. Hal ini menjadi masalah besar ketika Rupiah melemah secara signifikan, karena perusahaan kesulitan membayar utang mereka.
Perbedaan Signifikan Antara Tahun 1998 dan Saat Ini
Berikut adalah beberapa poin utama yang membedakan kondisi ekonomi saat ini dengan tahun 1998:
- Non-Performing Loan (NPL): Pada tahun 1998, NPL perbankan mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 27 persen. Saat ini, NPL berada di angka yang jauh lebih rendah, yaitu sekitar 4 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor perbankan saat ini jauh lebih sehat dan stabil.
- Inflasi: Pada tahun 1998, inflasi melonjak hingga 60 persen sebagai akibat dari depresiasi Rupiah yang tajam. Saat ini, inflasi terkendali di kisaran 2-3 persen, sehingga tidak memberikan tekanan yang berlebihan pada daya beli masyarakat.
- Suku Bunga: Suku bunga pada tahun 1998 sangat tinggi, mencapai 80 persen, sebagai upaya untuk menekan inflasi. Akibatnya, banyak perusahaan kesulitan membayar utang mereka. Saat ini, suku bunga berada di kisaran 7 persen, yang jauh lebih manageable bagi pelaku bisnis.
Chatib Basri menekankan bahwa meskipun indikator ekonomi saat ini menunjukkan kondisi yang lebih baik, kewaspadaan tetap diperlukan. Manajemen kebijakan ekonomi yang baik sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya krisis.
Nilai Tukar Rupiah Sempat Melemah
Beberapa hari terakhir, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS memang sempat mengalami tekanan, bahkan mendekati level Rp 17.000 per Dolar AS. Data dari kurs tengah Jisdor menunjukkan bahwa pada Rabu, 9 April 2025, Rupiah berada di level Rp 16.943 per Dolar AS, melemah dibandingkan hari sebelumnya. Namun, pada penutupan perdagangan Rabu sore, Rupiah berhasil menguat tipis menjadi Rp 16.873 per Dolar AS.
Chatib Basri menghimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi fluktuasi nilai tukar Rupiah. Ia meyakinkan bahwa pemerintah dan Bank Indonesia terus memantau situasi dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.