Kasus Dugaan Pemerkosaan Dokter PPDS: Mengungkap Ragam Gangguan Parafilik dan Pentingnya Kesadaran Kesehatan Mental
Kasus Dugaan Pemerkosaan Dokter PPDS: Mengungkap Ragam Gangguan Parafilik dan Pentingnya Kesadaran Kesehatan Mental
Kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Padjadjaran, yang bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, telah memicu perdebatan publik mengenai pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang gangguan parafilik atau kelainan seksual. Kasus ini menyoroti perlunya peningkatan kesadaran dan edukasi mengenai berbagai jenis kelainan seksual serta dampaknya pada individu dan masyarakat.
Priguna Anugerah Pratama, seorang dokter residen anestesi, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan terhadap seorang keluarga pasien di RSHS. Pihak kepolisian menduga bahwa pelaku mungkin mengalami kelainan seksual, dan saat ini sedang menunggu hasil analisis psikologi forensik untuk memperkuat temuan tersebut. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi lanjutan dengan melibatkan ahli kejiwaan untuk mendalami lebih lanjut potensi perilaku menyimpang yang dialami oleh tersangka.
Mengenal Parafilia dan Gangguan Parafilik
Menurut American Psychiatric Association (APA), parafilia merujuk pada ketertarikan seksual yang tidak lazim, yang dapat melibatkan objek tertentu, situasi ekstrem, atau individu yang tidak dapat memberikan persetujuan, seperti anak-anak. Namun, perlu digarisbawahi bahwa parafilia tidak selalu mengindikasikan adanya gangguan mental. Parafilia baru dianggap sebagai gangguan parafilik (paraphilic disorder) jika memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM).
Kriteria gangguan parafilik meliputi:
- Adanya fantasi atau dorongan seksual yang intens dan berulang yang menyebabkan penderitaan psikologis atau sosial yang signifikan.
- Perilaku yang melibatkan orang lain tanpa persetujuan mereka, sehingga berpotensi membahayakan atau merugikan orang lain.
Ragam Gangguan Parafilik yang Perlu Diketahui
Berikut adalah beberapa jenis utama gangguan parafilik yang tercantum dalam DSM:
- Gangguan Eksibisionistik (Exhibitionistic Disorder): Dorongan kuat untuk memamerkan alat kelamin kepada orang asing yang tidak mengharapkannya.
- Gangguan Voyeuristik (Voyeuristic Disorder): Hasrat untuk mengamati orang lain yang sedang telanjang atau melakukan aktivitas seksual tanpa sepengetahuan mereka.
- Gangguan Frotteuristik (Frotteuristic Disorder): Dorongan untuk menyentuh atau menggesekkan alat kelamin pada orang lain tanpa persetujuan mereka, seringkali terjadi di tempat umum yang ramai.
- Gangguan Pedofilik (Pedophilic Disorder): Ketertarikan seksual terhadap anak-anak yang belum mencapai pubertas.
- Gangguan Fetishistik (Fetishistic Disorder): Ketergantungan seksual pada objek non-hidup, seperti pakaian dalam, sepatu, atau bagian tubuh non-genital.
- Gangguan Transvestik (Transvestic Disorder): Dorongan seksual yang timbul dari mengenakan pakaian lawan jenis, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
- Gangguan Masokisme Seksual (Sexual Masochism Disorder): Kesenangan seksual yang berasal dari dipermalukan, dipukuli, atau disakiti.
- Gangguan Sadisme Seksual (Sexual Sadism Disorder): Kesenangan seksual yang timbul dari menyakiti atau mempermalukan orang lain secara fisik atau emosional.
Penanganan Gangguan Parafilik dan Pentingnya Bantuan Profesional
Gangguan parafilik dapat ditangani melalui berbagai pendekatan, termasuk terapi psikologis seperti terapi perilaku kognitif (CBT), yang bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang tidak sehat. Dalam beberapa kasus, penggunaan medikasi penghambat libido juga dapat dipertimbangkan.
Sangat penting untuk mencari bantuan profesional dari psikiater atau psikolog klinis jika seseorang mengalami dorongan seksual yang menyimpang yang sulit dikendalikan, terutama jika dorongan tersebut menyebabkan gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan, atau hubungan interpersonal. Kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang gangguan parafilik dapat membantu mengurangi stigma dan mendorong individu yang membutuhkan untuk mencari bantuan yang tepat.