Kejagung Sita Ferrari dan Deretan Mobil Mewah dalam Pusaran Kasus Suap Ekspor CPO: Diduga Libatkan Oknum Pengadilan

Kejagung Sita Ferrari dan Deretan Mobil Mewah dalam Pusaran Kasus Suap Ekspor CPO: Diduga Libatkan Oknum Pengadilan

Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami dugaan praktik suap dalam penanganan perkara terkait fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO). Langkah terbaru, tim penyidik Jampidsus Kejagung menyita empat unit mobil mewah yang diduga kuat berkaitan erat dengan upaya suap yang melibatkan oknum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa penyitaan ini merupakan hasil penggeledahan di lima lokasi berbeda di wilayah Jakarta. Penggeledahan intensif ini dilakukan pada Jumat malam, 11 April 2025. Salah satu lokasi kunci adalah kediaman seorang advokat berinisial AR. Dari rumah AR inilah, empat mobil mewah berhasil diamankan.

Deretan Mobil Mewah yang Disita:

  • Nissan Nismo GTR: Mobil sport berwarna abu-abu ini memiliki nomor polisi B 505 AAY.
  • Mercedes-Benz AMG: Sedan mewah berwarna hitam dengan nomor polisi B 1 STS.
  • Lexus RX 500H: SUV mewah berwarna hitam dengan nomor polisi B 1529 AZL.
  • Ferrari: Mobil sport ikonik berwarna merah menyala dengan nomor polisi D 1169 QGK.

Saat ini, penyidik tengah berupaya keras untuk mengungkap kepemilikan sebenarnya dari mobil-mobil mewah tersebut. Apakah mobil-mobil itu murni milik AR, atau justru digunakan sebagai alat suap untuk memengaruhi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam menangani perkara ekspor CPO?

Pada hari yang sama dengan penyitaan mobil, Kejagung juga menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, sebagai tersangka. Penetapan ini terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus suap pemberian fasilitas ekspor CPO kepada tiga korporasi besar: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Sebelum menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan, Arif Nuryanta merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang juga merangkap sebagai hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Abdul Qohar menegaskan bahwa penetapan tersangka ini didasarkan pada bukti yang cukup kuat yang mengindikasikan adanya tindak pidana suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain Arif Nuryanta, tiga orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka:

  • WG, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara
  • Marcella Santoso, Kuasa Hukum Korporasi
  • AR, Advokat

Keempat tersangka ini diduga kuat terlibat dalam praktik korupsi berupa suap dan gratifikasi dengan tujuan untuk memuluskan perkara yang dihadapi oleh Wilmar Group dan dua korporasi lainnya.

Kasus ini bermula dari dugaan pemberian fasilitas ekspor CPO kepada tiga korporasi tersebut. Pada tanggal 19 Maret 2025, Majelis Hakim membebaskan ketiga korporasi dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Meskipun dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana atau ontslag.

JPU sebelumnya menuntut para terdakwa untuk membayar denda dan uang pengganti dengan jumlah yang sangat fantastis. PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11,8 triliun lebih. Jika tidak dibayarkan, harta Direktur Tenang Parulian dapat disita dan dilelang, dengan ancaman pidana penjara selama 19 tahun jika nilai harta yang disita tidak mencukupi. Sementara itu, Permata Hijau Group dituntut membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 937,5 miliar lebih, sedangkan Musim Mas Group dituntut denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 4,8 triliun lebih.

Ketiga terdakwa diyakini melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001. Kejagung terus mendalami kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan membawa mereka ke pengadilan.