Agus Harimurti Yudhoyono Soroti Eskalasi Perang Tarif AS dan Ancaman Fragmentasi Ekonomi Global

AHY: Perang Tarif AS Picu Risiko Fragmentasi Ekonomi dan Polarisasi Global

Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), memperingatkan tentang potensi dampak destruktif dari eskalasi perang tarif yang dipicu oleh kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat. Dalam diskusi yang digelar di Jakarta, AHY menyoroti bagaimana kebijakan proteksionis ini dapat memicu fragmentasi ekonomi global, meningkatkan risiko resesi, dan memperdalam polarisasi politik serta keamanan.

AHY menunjuk pada data historis dari perang dagang antara 2018 dan 2020, yang menyebabkan penurunan signifikan dalam volume perdagangan dunia (3%) dan PDB global (0.8%) menurut data dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, ia menekankan bahwa eskalasi saat ini memiliki potensi dampak yang jauh lebih besar dan meluas.

"Kenaikan tarif ini jelas akan berdampak baik ke pasar keuangan maupun sektor riil. Dampaknya, risiko resesi global di tahun ini meningkat tajam," tegas AHY. Ia menguraikan dua skenario potensial yang dapat muncul sebagai respons terhadap kebijakan tarif AS:

  • Perlawanan Kolektif: Negara-negara mungkin menjauhi dominasi AS dan berusaha membangun sistem ekonomi global alternatif yang lebih inklusif dan beragam.
  • Hegemoni AS: Jika kebijakan tersebut terbukti efektif dalam jangka pendek, negara-negara lain mungkin terpaksa tunduk pada kekuatan ekonomi AS yang semakin dominan.

Terlepas dari skenario yang terwujud, AHY memperingatkan tentang risiko fragmentasi yang lebih luas, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam politik dan keamanan. Ia memprediksi pembentukan aliansi-aliansi baru, polarisasi yang semakin tajam, dan potensi konflik lama yang kembali memanas akibat persaingan pengaruh antara negara-negara besar.

Dampak Terhadap Indonesia dan Apresiasi Diplomasi Prabowo

AHY secara khusus menyoroti dampak langsung kebijakan tarif terhadap Indonesia, terutama tarif impor sebesar 32% yang dapat memengaruhi daya saing ekspor Indonesia. Meskipun tarif ini saat ini ditangguhkan, AHY menekankan bahwa potensi dampaknya tetap signifikan dan perlu diwaspadai.

Dalam konteks ini, AHY memberikan apresiasi terhadap langkah-langkah diplomasi yang diambil oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia memuji pendekatan dua jalur yang menggabungkan negosiasi langsung dengan Amerika Serikat dan komunikasi intensif dengan negara-negara ASEAN serta para pemimpin dunia lainnya. AHY menilai strategi ini sebagai respons yang adaptif dan tanggap terhadap tantangan global, menghindari sikap reaktif maupun pasif.

"Ini diplomasi yang adaptif, tanggap. Bukan reaktif, tapi juga nggak pasif," pungkas AHY.

Ketegangan AS-China Semakin Meningkat

Sementara itu, tensi antara Amerika Serikat dan China terus meningkat, ditandai dengan penerapan tarif yang sangat tinggi. AS telah memberlakukan tarif 145% untuk semua produk dari China, sementara China membalas dengan mengenakan tarif 125% untuk produk-produk yang masuk ke negaranya. Eskalasi ini semakin memperburuk prospek ekonomi global dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan.