Djuyamto: Dari Hakim Kontroversial hingga Tersangka Suap dalam Kasus Ekspor CPO
Jakarta – Djuyamto, seorang hakim yang sebelumnya dikenal dalam sejumlah kasus kontroversial, kini resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait putusan lepas untuk tiga perusahaan ekspor minyak sawit mentah (CPO). Bersama dua rekannya, Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL), Djuyamto diduga menerima suap senilai Rp 22,5 miliar untuk memengaruhi putusan kasus ekspor CPO yang melibatkan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Menurut laporan investigasi, uang suap tersebut diserahkan oleh Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp 4,5 miliar, diikuti tahap kedua senilai Rp 18 miliar pada September-Oktober 2024. Pembagian uang tersebut dilakukan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat, dengan rincian:
- Agam Syarif Baharuddin (ASB): Menerima setara Rp 4,5 miliar dalam bentuk dolar AS.
- Djuyamto (DJU): Menerima setara Rp 6 miliar dalam bentuk dolar AS.
- Ali Muhtarom (AM): Menerima setara Rp 5 miliar dalam bentuk dolar AS.
Profil Djuyamto Lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967, Djuyamto menyelesaikan pendidikan S1, S2, dan S3 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Saat ini, ia menjabat sebagai Pembina Utama Muda (IV/c) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kariernya sebagai hakim dimulai di sejumlah daerah, termasuk PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, dan PN Bekasi. Selain itu, ia aktif di Ikatan Hakim Indonesia sebagai Sekretaris Bidang Advokasi. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencatat kekayaannya mencapai Rp 2,9 miliar.
Kasus-Kasus Kontroversial Djuyamto pernah memimpin sidang kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan pada 2019, dengan vonis dua tahun penjara untuk Rahmat Kadir Mahulette dan 1,5 tahun untuk Ronny Bugis. Ia juga terlibat dalam sidang obstruction of justice terkait pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, sebagai anggota majelis hakim yang menyidangkan Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Pol Agus Nurpatria, dan AKBP Arif Rahman Arifin.
Baru-baru ini, Djuyamto menjadi hakim tunggal dalam sidang praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI-P, terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Putusannya menolak gugatan Hasto dengan alasan permohonan "kabur atau tidak jelas". Kasus ini semakin menambah daftar kontroversi dalam karier Djuyamto.