Eskalasi Perang Dagang AS-China Picu Ancaman Resesi Global Menurut AHY

Jakarta — Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI), memperingatkan bahwa eskalasi terbaru perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berpotensi memicu dampak ekonomi yang lebih parah dibandingkan konflik serupa pada periode 2018-2020. Kebijakan tarif balas dendam yang diterapkan kedua negara, dengan AS memberlakukan tarif 145% terhadap produk China dan China membalas dengan tarif 125% untuk barang AS, dinilai akan memperburuk stabilitas pasar global.

Menurut AHY, dampak dari kebijakan proteksionis ini tidak hanya terbatas pada sektor perdagangan, tetapi juga berpotensi memicu resesi global. Data dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan bahwa perang dagang sebelumnya telah menyebabkan penurunan volume perdagangan dunia sebesar 3% serta kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 0,8%. "Eskalasi saat ini jauh lebih berbahaya karena mencakup lingkup yang lebih luas dan berpotensi meningkatkan risiko resesi," ujarnya dalam diskusi panel di Jakarta.

AHY juga mengkhawatirkan dua skenario ekstrem yang mungkin terjadi akibat kebijakan AS:

  1. Perlawanan Kolektif: Negara-negara lain mungkin akan menjauhi dominasi AS dan membentuk blok ekonomi baru untuk mengurangi ketergantungan pada dollar AS.
  2. Hegemoni AS yang Menguat: Jika kebijakan tarif ini terbukti efektif, AS bisa semakin mendominasi perdagangan global, memicu ketidakseimbangan kekuatan ekonomi.

Selain itu, AHY menekankan bahwa Indonesia tidak luput dari dampak perang dagang ini. Kebijakan tarif impor AS sebesar 32% terhadap produk Indonesia, meski masih ditangguhkan, berpotensi mengurangi daya saing ekspor nasional. "Ini bukan angka yang kecil, dan jika diterapkan, akan langsung memengaruhi kinerja perdagangan kita," tambahnya.

Lebih jauh, AHY memprediksi bahwa dinamika ini akan memperparah fragmentasi tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga dalam aspek politik dan keamanan global. Kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, diperkirakan akan menjadi pusat persaingan pengaruh antara kekuatan-kekuatan besar dunia.