Pornografi Deepfake: Trauma Mendalam bagi Guru di Korea Selatan
Pornografi Deepfake: Trauma Mendalam bagi Guru di Korea Selatan
Lonjakan kasus pornografi deepfake di Korea Selatan telah menimbulkan dampak yang sangat signifikan, khususnya bagi para guru yang menjadi korban. Data kepolisian menunjukkan peningkatan dramatis kasus kejahatan seksual berbasis deepfake, melonjak lebih dari 670% antara tahun 2021 dan 2024, dengan angka mencapai 1.202 kasus pada tahun 2024. Angka ini mencerminkan realitas yang mengkhawatirkan, di mana teknologi canggih justru disalahgunakan untuk menciptakan konten seksual eksploitatif yang menghancurkan kehidupan para korban.
Salah satu korban yang bersedia berbagi kisahnya adalah Lee Ga-eun (bukan nama sebenarnya), seorang guru di Busan yang selama satu dekade mengabdi dengan penuh dedikasi. Dunianya runtuh pada Maret tahun lalu ketika ia menemukan foto wajahnya yang telah dimanipulasi dengan teknologi deepfake dan disebarluaskan di sebuah saluran Telegram dengan lebih dari 1.200 anggota. Foto tersebut memperlihatkan wajahnya yang ditempelkan ke tubuh telanjang, disertai dengan tagar yang mempermalukannya. Trauma yang dialaminya begitu mendalam hingga membuatnya harus mengambil cuti sakit selama tujuh bulan dan mengonsumsi obat penenang untuk mengatasi depresi dan kecemasan yang dideritanya. Ia mengaku merasa tidak berdaya dan meragukan kemampuannya untuk kembali mengajar, padahal profesi guru telah menjadi impiannya sejak kecil.
Kisah serupa juga dialami oleh Park Sehee, seorang guru bahasa Inggris di Provinsi Gyeonggi. Foto-fotonya yang dimanipulasi dan disebar di situs web Dcinside memperlihatkan wajahnya dan wajah seorang pria tak dikenal yang ditempelkan pada tubuh dua monyet yang sedang melakukan kegiatan seksual, disertai dengan keterangan yang fitnah. Kejadian ini membuatnya mengalami trauma emosional yang hebat, merasa tidak berdaya, dan marah karena putranya turut dilibatkan dalam fitnah tersebut. Meskipun telah melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian, laporannya tidak ditindaklanjuti karena dianggap kurang bukti.
Kasus-kasus ini hanyalah sebagian kecil dari dampak meluasnya kejahatan pornografi deepfake di lingkungan pendidikan Korea Selatan. Survei yang dilakukan oleh Serikat Guru dan Pekerja Sektor Pendidikan Korea (KTU) pada Agustus 2024 melaporkan sebanyak 2.492 kasus manipulasi foto ilegal, melibatkan 517 korban yang terdiri dari guru, siswa, dan staf sekolah. Lebih dari 500 sekolah dan universitas telah terdampak kejahatan ini. Ironisnya, banyak korban memilih untuk tidak melapor ke polisi karena berbagai kendala dan kekecewaan terhadap respon pihak berwajib.
Guru-guru yang menjadi korban seringkali dipaksa untuk tetap menjalankan tugas mereka, meskipun pelaku kejahatan mungkin masih berada di lingkungan sekolah yang sama. Hal ini berbeda dengan siswa yang dapat dikeluarkan dari kelas jika melaporkan menjadi korban deepfake. Guru yang mengambil cuti sakit, bahkan untuk waktu singkat, harus menjalani evaluasi dan sering kali permintaannya ditolak. Kesulitan untuk pindah sekolah juga menjadi tantangan tambahan yang harus mereka hadapi. Perlindungan hukum dan prosedur yang jelas bagi para guru korban deepfake masih sangat minim, sehingga menambah beban dan frustrasi mereka.
Selain itu, kurangnya edukasi dan kesadaran akan bahaya pornografi deepfake di kalangan siswa menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya kasus ini. Survei Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak menyadari keseriusan tindakan mereka dan menganggapnya hanya sebagai 'lelucon' atau 'untuk bersenang-senang'. Hal ini menyebabkan mereka lalai akan konsekuensi hukum dan dampak psikologis yang ditimbulkan kepada korban.
Pihak berwenang di Korea Selatan telah berupaya mengatasi masalah ini. Pembentukan tim investigasi khusus kekerasan seksual siber di kepolisian daerah dan pelatihan khusus untuk petugas kepolisian merupakan beberapa langkah yang telah diambil. Namun, masih diperlukan upaya lebih komprehensif, termasuk penguatan perlindungan hukum bagi korban, peningkatan kesadaran dan edukasi di kalangan siswa, serta memperkuat kerjasama antara sekolah, kepolisian, dan Kementerian Pendidikan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari kejahatan pornografi deepfake.