Skandal Suap Rp60 Miliar: Ketua PN Jaksel dan Majelis Hakim Terlibat dalam Perkara Minyak Goreng

Kasus suap senilai Rp60 miliar yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, serta sejumlah hakim dan panitera, menguak praktik korupsi dalam penanganan perkara korporasi ekspor minyak goreng. Dugaan penerimaan uang tersebut terkait dengan vonis lepas yang diberikan kepada terdakwa korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

Menurut keterangan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, alur penerimaan uang suap ini dimulai ketika seorang pengacara bernama Ariyanto Bakri menghubungi Wahyu Gunawan, panitera muda PN Jakarta Utara. Wahyu kemudian menyampaikan permintaan Ariyanto kepada Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Permintaan tersebut adalah agar terdakwa korporasi divonis lepas, dengan imbalan Rp60 miliar yang dibagi untuk tiga hakim majelis.

  • Tahap Pertama: Ariyanto Bakri menyerahkan uang senilai Rp60 miliar dalam bentuk dolar AS kepada Wahyu Gunawan, yang kemudian diserahkan kepada Arif Nuryanta. Wahyu mendapat bagian USD50 ribu sebagai fee penghubung.
  • Penunjukan Majelis Hakim: Setelah menerima uang, Arif Nuryanta menunjuk tiga hakim, yaitu Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto, sebagai majelis hakim perkara.
  • Pembagian Uang: Arif Nuryanta menyerahkan Rp4,5 miliar kepada Djuyamto dan Agam Syarif, yang kemudian dibagi tiga. Pada tahap kedua, diserahkan lagi Rp18 miliar yang dibagi dengan porsi berbeda.

Putusan lepas akhirnya dikeluarkan pada 19 Maret 2025. Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, termasuk para hakim dan pengacara yang terlibat, dengan pasal pelanggaran Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.